Muhammadiyah Sesalkan Tindak Perusakan Tempat Ibadah di Tanjung Balai

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir turut prihatin dan menyesalkan tindakan perusakan tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tindakan perusakan rumah ibadah tidak dibenarkan oleh ajaran agama apapun
Tidak hanya itu saja, Haedar pun mengajak masyarakat untuk senantiasa merawat kebersamaan dengan sikap saling menghormati dan menjaga toleransi terhadap umat agama lain yang melaksanakan ibadah.
Begitupun juga dengan aktivitas keagamaan yang diadakan di masjid sebagai bagian dari hak beragama yang diakui konstitusi. Sehingga, hal tersebut tidak boleh dianggap gaduh dan mengganggu ketenangan publik.
“Jika masyarakat sangat toleran kalau ada hiburan-hiburan musik dan pertunjukan lainnya, maka selayaknya tidak merasa terganggu dengan suara azan dan kegiatan yang diselenggarakan di masjid maupun pusat kegiatan ibadah lainnya”, kata Haedar, beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id
Lebih lanjut, pria kelahiran Bandung ini mengatakan bahwa sikap saling menghargai dan toleransi merupakan keniscayaan. Jika hal itu diingkari, maka akan menimbulkan disharmoni dan dapat memicu konflik.
“Dalam menghadapi masalah semestinya anggota masyarakat mengedepankan cara-cara yang damai dan solusi yang maslahat, serta tidak main hakim sendiri dan melakukan kekerasan atau pengrusakan”, ujarnya.
Haedar berpesan kepada semua umat beragama dan warga bangsa di seluruh Tanah Air agar tetap tenang dan mengambil pelajaran dari peristiwa Tanjung Balai, maupun kasus serupa lainnya untuk lebih dewasa dalam berinteraksi dan tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Sikap waspada, dewasa, dan mau belajar dari pengalaman sangat diperlukan oleh seluruh komponen bangsa agar ikhtiar membina toleransi harus terus menerus dilakukan semua pihak,” tutur Haedar.
Bagi Haedar, pekerjaan membina kematangan beragama dan bertoleransi tidak boleh berhenti. Kita, lanjutnya, tidak boleh terlalu yakin dan over optimis bahwa Indonesia paling damai dan toleran dalam beragama tanpa disertai ikhtiar berkelanjutan dalam pembinaan toleransi dan kedewasaan beragama.
Kendati demikian, tutur Haedar, kita juga tidak perlu pesimis dan tidak boleh kehilangan kepercayaan diri dalam membangun kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa dengan jiwa yang lapang, toleran, dan berkeadan utama.
“Semua perlu proses pembelajaran terus menerus sebagai bangsa yang besar dan majemuk. Semoga Allah SWT memberkahi bangsa Indonesia,” pungkasnya.
FAHREZA RIZKY