Muhammad Sayuti Ajak Bijak Bermedsos, Cerdas Berinformasi

MONITORDAY.COM - Media Sosial yang ada di gadget memberikan kesempatan ke siapapun untuk menyampaikan informasi, membangun opini dan warta lainnya.
Sebagai pengguna gadget, publik diminta untuk "bijak bermedia sosial dan cerdas berinformasi" dan tidak boleh asal memberitakan apalagi ikut menyuarakan satu informasi tanpa ada proses screening, cross check, atau dalam bahasa agama harus ada "tabayyun".
" Saya mengajak mari kita bijak bermedia sosial dan cerdas berinformasi. Gadget ini Ibarat 2 sisi mata pisau, jika salah menggunakannya, si pemegang gawai bisa terjerumus dalam berbagai permasalahan," Kata Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti M.Pd.,M.Ed,.Ph,D kepada monitorday.com, Rabu (1/6/2021).
Menurut Sayuti, disinilah letak baik dan buruknya teknologi. Jika dipegang oleh orang baik, maka informasi yang tercerahkan lah yang akan disebar.
Namun sebaliknya, jika ada orang yang tak baik, maka informasi buruk yang ia sebar.
Banyak oknum saat ini, yang mengaku sebagai pegiat medial sosial, tapi berulangkali menggunakan kebohongan secara sadar untuk mendapatkan sorotan kamera media massa hingga mengalihkan perhatian publik akan isu-isu tertentu dengan menyebarkan berita. Kelompok seperti ini harus ditindak.
Jika fitnah itu dibaca oleh orang yang justru tidak memiliki daya kritis atas informasi yang ia baca, maka semakin memperkuat kebohongan yang kian masif dan tak terbendung di media sosial.
"Jika kebohongan yang disebar berulang kali dan tidak ada upaya mengcounter dan menyela informasih tersebut, maka akan jadi sebuah pembenaran publik. Itulah yang kita sebut post truth," ungkap Sayuti.
Dosen Magister Pendidikan Guru Vokasi Universitas Ahamad Dahlan (UAD) ini menjelaskan bahwa post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran serta fitnah menjadi hal yang biasa.
ALLAH SWT berfirman dalam surah Albaqoroh ayat 191 dan 217, “Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan,” (QS Al Baqoroh 191) serta “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh,” (QS Al Baqoroh 217).
Dalam dua ayat diatas, Allah menegaskan betapa bahayanya fitnah dan pembuat fitnah. Perbuatan tidak terpuji ini sejak zaman dahulu hingga era digital sekarang terus berkembang subur.
Tidak menutup kemungkinan fitnah ini dimenej (dikelola) untuk meraih suatu keuntungan ekonomis maupun politik. Tidak heran fitnah berseliweran di mana-mana, termasuk di dunia maya.
Belum lama ini, ada orang yang mengklaim sebagai pegiat lliterasi hingga tokoh pembebasan melakukan suatu perbuatan yang sangat tidak pantas, jauh dari kata adab dan moral yang sengaja "nyinyir' dengan donasi Palestina.
" Saya tidak perlu sebutkan nama tukang fitnah, satu republik ini sudah tahu mereka. Tak penting sebutin nama mereka ini. Apa kontribusi mereka terhadap Indonesia? apalagi Palestina? bantu saja gak. Jika tak berkapasitas, mending diam, cari rejeki yang halal. Pelaku fitnah ini sakit hati atau apa, kok bisa-bisanya sebarin fitnah soal jumlah donasi. Gak ada kerjaan? " tanya Sayuti.
Apalagi narasi yang dibuat oleh penyebar fitnah sangat tidak berdasar, mengandung unsur kebenecian dan tidak manusiawi karena terkesan mencari sensasi dengan menyebarkan fitnah seperti itu.
Dengan peristiwa ini, Kapolri Listyo Sigit Prabowo diharapkan bisa mengejawantahkan nilai-nilai Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan) dengan memanfaatkan teknologi digital.
Yang kemudian diikuti dengan hadirnya Polisi Virtual yang diluncurkan Bareskrim Polri pada bulan April tahun ini. Tugasnya juga cukup mulia, yakni memantau setiap berita hoax di media sosial.
Kehadiran Polisi Virtual dinilai baik karena ada upaya untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat dan produktif. Tentu, harus disambut positif karena mampu membuat Netizen lebih arif dan bijak dalam memanfaatkan ruang digital sebagai wahana interaksi.
Lantas, mampukah Polisi Virtual besutan Kapolri menindak tegas hingga menjebloskan penyebar fitnah di penjara sebagai efek jera?
Tulisan fitnah yang termuat di media sosial sangat terang benderang mengandung unsur kebencian.
Terlebih, Sabtu, tanggal 8 Mei 2021, Kapolri genap 100 hari menjabat sebagai orang no 1 di Kepolisian di Republik ini.
" Pak Kapolri itu tegas dan tidak tembang pilih, jika memang salah, pasti akan di proses. Bagi oknum yang sengaja memfitnah, jangan merasa dilindungi, anda sudah buat gaduh dengan fitnah tersebut," imbuh Sayuti.
Akhirnya, Sayuti mengimbau masyarakat hendaknya arif dan bijaksana dalam bernarasi sehingga tidak menimbulkan kegaduhan yang tak berarti.