Mukhaer Pakkana : Pujian IMF Hadir di Tengah Kontradiksi Ekonomi
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIE AD), Mukhaer Pakkana menilai, pujian IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta terhadap jaminan kesehatan Indonesia yang baik, merupakan hal yang biasa.

MONITORDAY.COM - Direktur Eksekutif International Monetary Fund (IMF), Cristene Legarde menyebut bahwa Indonesia memilik prospek cerah terkait potensi pertumbuhan ekonomi ke depan. Indikatornya, yaitu level pertumbuhan ekonomi RI yang masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang tengah dalam pemulihan.
Selain itu, Pemerintah Indonesia dianggap konsisten menjalankan reformasi kebijakan ekonomi ditandai dengan memangkas subsidi energi untuk pembenahan infrastuktur dan kesehatan.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIE AD), Mukhaer Pakkana menilai, pujian IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta terhadap Sistem Jaminan Kesehatan Indonesia yang baik, merupakan hal yang biasa.
"Pujian itu memang sudah biasa dilakukan oleh berbagai lembaga internasional. Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia dipuji dan dianggap sukses meningkatkan standar daya saing (Global Competitiveness Index) dari peringkat 41 menjadi 36 pada 2017," kata Mukhaer kepada monitorday.com, Jumat, (20/4/2019).
Selain itu, kata Mukhaer, data yang lain juga memang menunjukan tren positif perekonomian Indonesia. Seperti peringkat kemudahaan berusaha (EDoB) dari ranking 91 menjadi 72, kemudian juga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan tertinggi di dunia mengalahkan Swiss.
Kendati demikian, lanjut dia, beberapa capaian tersebut, termasuk pujian IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5% adalah belum optimal, dan merupakan angka yang stagnan.
"Bayangkan, negara-negara semacam Vietnam, Kamboja, dan Filipina, tidak disangka pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia," ungkap Mukhaer.
"Angka pertumbuhan 5% itu adalah angka stagnan, artinya ekonomi Indonesia yang memliki pasar yang luas, sumberdaya alam yang berlimpah, kelas menangah yang banyak, memiliki usia produktif yang banyak, tidaklah pantas kalau pertumbuhan ekonominya stagnan," terangnya.
Lebih lanjut Mukhaer menambahkan, bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami kegalauan ekonomi. Hal ini lantaran data ekonomi secara makro terlihat amat baik, namun dalam level mikro kepayahan dan kurang sentuhan kebijakan afirmatif.
"Ekonomi rakyat bergerak terseok-seok dan sporadis, pemihakan pada petani dan nelayan banyak yang hanya hiasan bibir, sekadar menggugurkan kewajiban program alias proyek," papar Mukhaer.
Adanya kontradiksi semacam itu, kata Mukhaer, mengirim pesan, ekonomi Indonesia jangan-jangan telah memasuki jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap).
Ia menjelaskan, bahwa Indonesia sejatinya diasumsikan telah masuk sebagai kelompok negara berpendapatan menengah-bawah sejak 1985. Jika dalam batas waktu 28 tahun tidak naik kelas, Indonesia masuk jebakan itu. Artinya, rentang waktu bagi ekonomi Indonesia untuk lolos dari jebakan hingga 2013.
"Jebakan pendapatan kelas menengah didasarkan pada asumsi, perekonomian suatu negara sudah mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tergolong kelas menengah, tetapi sulit naik kelas ke level pendapatan tinggi," paparnya.
[Mrf]