Mitos Di Sekeliling Reog, Warok, dan Gemblak

Mitos Di Sekeliling Reog, Warok, dan Gemblak
warok dalam sajian reog/ wikipedia

MONITORDAY.COM - Kesenian tradisional banyak yang sepi peminat. Tidak demikian dengan Reog, khususnya Reog Ponorogo. Parade atau festival reog seringkali diikuti oleh ratusan kelompok kesenian ini. Hingga jalanan sebagai panggung parade tak ubahnya seperti jalanan di Rio de Janeiro, Brasil. Penari utama yang mengangkat ‘dadak merak’ seberat puluhan kilogram dengan gerahamnya hingga kini menjadi sajian utama bagi penonton.  

Reog adalah teater jalanan. Ada warok sebagai sang hero dengan segenap kedigdayaannya. Di balik itu semua terselip mitos hubungan sejenis antara Warok dan Gemblak yang tak lekang oleh waktu. Warok adalah jagoan pelindung dengan segenap kekuatan dan kesaktiannya. Sementara gemblak adalah seorang remaja yang dikontrak menemani sang Warok selama 2 tahun.

Kesaktian warok dengan hidup selibat atau tanpa menikah memang memiliki pijakan sejarah. Namun sebagian tokoh menegaskan bahwa gemblak tidak melayani hubungan seksual. Ia hanya menjadi anak asuh untuk menemani hidup dan karya sang Warok.

Prinsip hidup ini bisa jadi terkait dengan Kisah Ki Ageng Kuthu. Tokoh ini protes pada kuatnya pengaruh Putri Campa sebagai istri Brawijaya V. Ia membuat karya seni yang mengkritik fenomena itu.

Di kisah lain ada Legenda Pangeran Klono Sewandono yang harus memenuhi keinginan Putri Songgolangit agar bersedia menjadi istrinya. Sang putri yang menjadi simbol langit atau kehidupan abadi menginginkan pertunjukan yang belum pernah dipentaskan di muka bumi. Dan reog menjadi karya masterpiece dari Sang Prabu. Walau setelah dipentaskan Sang putri moksa atau sirna dan Klana Sewandono hidup tanpa menikah.

Pernah difilmkan Garin dengan Judul Kucumbu Tubuh Indahmu, kisah Warok dan Gemblak menjadi mitos dan misteri. Menjadikan Reog semakin menarik ditonton dan dinarasikan.

Sebagai salah satu tradisi yang paling dikenal di Indonesia adalah reog ponorogo. Reog bahkan pernah diklaim sebagai budaya Malaysia. Kolosal dan teatrikal. Termasuk aksi akrobat dan entrance.

Begitu populernya hingga reog pernah menjadi alat politik. Prahara 1965 membuat reog tiarap. Seiring waktu reog kembali diminati. Kini tak kurang dari 400 grup reog tumbuh menjamur di seluruh Indonesia.