Menyoal Demokrasi Langsung di Era Teknologi

MONDAYREVIEW.COM – Simaklah media sosial yang ada saat ini. Lagi-lagi profil picture menjadi pernyataan sikap para warga net. Sejumlah warga net memasang foto dirinya bersebelahan dengan dukungannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penampakan sejumlah warga net yang memasang profil picture tersebut seolah juga ingin menunjukkan perbedaan sikap dengan para wakil rakyat di parlemen yang tengah terjun di pansus angket KPK.

Dengan diterapkannya sistem demokrasi perwakilan, maka perbedaan antara rakyat dan wakil rakyat dimungkinkan terjadi. Hal tersebut dikarenakan beberapa variabel, seperti wakil rakyat yang lebih peduli pada kepentingan politiknya; perbedaan informasi yang diterima sehingga rakyat termakan arus opini; dan lain sebagainya.

Menarik adanya dalam novel The Circle karya Dave Eggers yang seolah menyentil hal ini. Novel yang dipuji sebagai generasi baru 1984 karya George Orwell dan Brave New World karya Aldous Huxley ini, berusaha menghidupkan kembali demokrasi langsung. Jembatannya yakni dengan menggunakan teknologi dari perusahaan internet The Circle. Bagaimana partisipasi 100%, demokrasi 100%, menyempurnakan demokrasi, demokrasi yang nyata dan tanpa filter, menjadi konsep yang didengungkan.

Agaknya dalam ranah kenyataan untuk mengembalikan demokrasi langsung akan sulit terealisasi. Dalam hal-hal yang sifatnya menarik perhatian publik, diberitakan secara masif, mungkin saja masyarakat akan peduli. Namun, bukankah cabang-cabang dari hajat hidup yang diurus politikus begitu banyak? Apakah masyarakat akan peduli pada detail-detail teknis yang melelahkan di ranah yang tak dikuasainya? Tentu masyarakat di era demokrasi sesungguhnya diberikan ruang untuk mengartikulasikan gagasan dan sikapnya. Bisa dengan menulis opini, berdemonstrasi, menandatangani petisi; merupakan rangkaian contohnya.