Mendagri Akan Copot Kepala Daerah Yang Langgar Protokol Kesehatan, Begini Kata Yusril

Instruksi Presiden, Instruksi Menteri dan sejenisnya pada hakikatnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Mendagri Akan Copot Kepala Daerah Yang Langgar Protokol Kesehatan, Begini Kata Yusril
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra/ Dok. MI

MONITORDAY.COM - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, berdasarkan diterbitkannya instruksi penegakan protokol kesehatan dari Mendagri Nomor 6 Tahun 2020, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tidak dapat mencopot kepala daerah.

Menurut Yusril, instruksi Mendagri tidak dapat menjadi dasar untuk memberhentikan kepala daerah yang tidak menerapkan protokol kesehatan dalam penanggulangan pandemi Covid-19 di daerah administratifnya.

"Instruksi Presiden, Instruksi Menteri dan sejenisnya pada hakikatnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (20/11).

Lebih lanjut, Yusril menjelaskan, runtunan perubahan pelaksanaan pemberhentian kepala daerah harus berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Yusril menambahkan, UU Pemerintahan Daerah memberikan pemilihan kepala daerah dengan cara langsung kepada rakyat melalui Pilkada yang dilaksanakan KPUD.

Sedangkan KPU adalah satu-satunya lembaga yang berwenang memutuskan pasangan mana sebagai pemenang dalam Pilkada.

"Walau kadangkala KPU harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap apabila penetapan pemenang yang sebelumnya telah dilakukan dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi," urainya.

Selain itu, pasangan calon yng ditetapkan KPU sebagai pemenang, tidak dapat dipermasalahkan, dan ditolak oleh pemerintah.

"Presiden atau Mendagri tinggal menerbitkan keputusan tentang pengesahan pasangan gubernur atau bupati/wali kota terpilih dan melantiknya. Dengan demikian, Presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan bupati dan wali kota beserta wakilnya," tuturnya.

Adapun, Yusril mengungkapkan, seluruh proses pemberhentian kepala daerah mesti dilakukan melalui DPRD. Terkait tidak melakukan protokol kesehatan, DPRD harus memulainya dengan melakukan proses pemakzulan.

Dalam proses pemakzulan tersebut kemudian akan disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan apakah pandangan DPRD itu beralasan menurut hukum atau tidak.

"Untuk tegaknya keadilan, maka kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri. Jadi, proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih," sambungnya.

Selanjutnya, Yusril juga mengatakan, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, adapun pemberhentiannya juga harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD.

"Kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses pengusulan oleh DPRD dalam hal kepala daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Atau didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara," paparnya.