Refleksi Kesadaran di Hari Batik Nasional

Berkat sentuhan kreatif anak bangsa kini tampilan Batik menjadi terlihat lebih modern. Bahkan hasilnya sangat memukau. Karena ukiran batik yang semakin mengesankan, anak muda millenial saat ini mulai menggandrungi batik sebagai pakaian resmi mereka.

Refleksi Kesadaran di Hari Batik Nasional
M Fadlan Sudrajat

Hari ini Rabu (2/10/2019), perayaan Hari Batik Nasional yang kesatu dasawarsa kembali dirayakan. Seluruh elemen masyarakat, khususnya seluruh pejabat dan pegawai yang bekerja di lingkungan pemerintah wajib "membatik"(mengenakan batik). Hal ini sesuai dengan imbauan dari Kemendagri dalam Surat Edaran Nomor 003.3/10132/SJ tentang Pemakaian Baju Batik dalam Rangka Hari Batik Nasional 2 Oktober 2019.

Sejatinya, Batik adalah ikon budaya bangsa yang memiliki keunikan dan filosofi mendalam. Dulu, Batik merupakan salah satu pakaian yang hanya bisa dikenakan oleh keluarga besar Keraton. Hingga pada sekitar akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19 batik mulai dikenal oleh masyarakat di luar keraton, dan hingga saat ini dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat.

Batik mulai dikenal oleh masyarakat Internasional sejak Presiden Kedua Indonesia, Soeharto pada pertengahan tahun 80-an kerap menjadikan batik sebagai cinderamata bagi tamu-tamu negara. Kini Batik sudah dikenal di mata dunia, bahkan pada 2 Oktober 2009,  UNESCO telah menetapkan Batik  sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-Bendawi.

Penetapan Hari Batik Nasional ini sebenarnya sebagai upaya untuk meningkatkan martabat bangsa Indonesia dan citra positif di forum internasional. Selain itu juga untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia.

Berkat sentuhan kreatif anak bangsa kini tampilan batik menjadi terlihat lebih modern. Bahkan hasilnya sangat memukau. Karena ukiran batik yang semakin mengesankan, anak muda millenial saat ini mulai menggandrungi batik sebagai pakaian resmi mereka.

Batik telah mengalami banyak kemajuan baik dari segi motif, cara pembuatan maupun dari tampilannya. Jika dulu kain batik hanya digunakan sebagai bahan dasar dalam membuat pakaian, sarung dan topi blankon, kini motif batik telah digunakan dalam berbagai macam barang seperti tas, bando, masker dan masing banyak lagi.

Batik telah mengalami banyak kemajuan. Bahkan kini batik telah menjadi fashion di Indonesia, sehingga membuat anak muda tertarik dan bangga memakai batik.

Melihat dari segi ekonomi, Batik memiliki nilai jual yang lumayan tinggi. Biasanya, Batik tulis lebih berkualitas dan lebih mahal dibandingkan dengan batik cap atau sablon. Batik tulis dapat menghabiskan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya daripada Batik cap.

1 (satu) kain Batik saja bisa menghabiskan waktu pengerjaan selama 2-3 bulan. Dikarenakan butuh ketelitian yang ekstra dari pengrajin dan juga faktor cuaca dalam proses penjemurannya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Dengan begitu, Batik dapat dijual dengan harga yang tinggi ke pasar/toko atau bahkan diekspor ke luar negeri.

Namun yang harus diketahui, kain batik yang beredar di pasaran tidak semua berasal dari Indonesia ada juga Batik yang berasal dari Cina.

Pekalongan, Yogyakarta, Cirebon, Madura, Bali, Banyumas, Tasikmalaya, Banten, Aceh, Palembang adalah sebagian dari beberapa daerah di Indonesia yang terkenal sebagai penghasil Batik. Produksinya sudah diakui oleh konsumen lokal maupun mancanegara.

Di Balik Harga Sepotong Batik

Di balik harga sepotong kain batik dan kualitas keindahan ukiran, ternyata ada kisah pilu dibaliknya. Dari harga yang cukup tinggi bahkan sangat tinggi itu, ibu-ibu pengerajin batik ternyata ada yang hanya menerima upah puluhan ribu per hari. Sungguh ironi memang, akan tetapi untuk kebutuhan sehari-harinya mereka harus menghadapinya.

Batik hanyalah hype yang menggandung sisi ironis. Batik ramai diperbincangkan dan menjadi tren tapi di sisi lain ada sisi prihatin. Batik memang telah menjadi representasi Indonesia akan tetapi ada sebuah catatan kecil dibalik harga mahalnya.

Ditambah lagi peminat batik belum begitu besar, karena kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjaga Batik Indonesia masih rendah. Sebagian besar masyarakat kita dalam memilih baju mengikuti gaya dari dunia barat (Eropa), sehingga ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk bisa tetap menjaga Batik.

Pengenaan Batik hanya ditemui pada saat momen-momen tertentu saja. Misalnya saat menghadiri acara resmi, atau terkadang hanya dalam acara hajatan pernikahan. Padahal, batik memiliki banyak corak yang cocok untuk dikenakan dalam kegiatan sehari-hari.

Semoga kedepan kebanggaan dan kesadaran masyarakat mengenakan Batik Indonesia semakin meningkat. Semua itu memang harus dimulai dari diri sendiri. Lalu, apakah Anda sudah "Membatik" hari ini?

*M. Fadlan Sudrajat
(Ketua Bidang Sosial dan Budaya, Pimpinan Komisariat Syariah dan Hukum, IMM Cabang Ciputat)