Memahami Esensi al-Hadis dan al-Atsar

Memahami Esensi al-Hadis dan al-Atsar

Memahami Esensi al-Hadis dan al-Atsar

DALAM menyampaikan sebuah hadis terkadang Nabi berhadapan dengan orang yang jumlahnya sangat banyak, ada yang dengan beberapa orang, dua atau satu orang sekalipun. Begitu juga halnya dengan para sahabat Nabi, untuk menyampaikan hadis tertentu ada yang didengar oleh banyak murid, tetapi hadis yang lainnya lagi didengar oleh beberapa orang, bahkan ada yang hanya didengar oleh satu orang saja. Hadis yang dibawa oleh banyak orang lebih meyakinkan daripada yang hanya disampaikan oleh satu ataupun dua orang. Sehingga, ada pembagian hadis dari segi jumlah periwayat, yaitu:

   Hadis Mutawatir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap generasi sahabat hingga generasi akhir (penulis kitab); orang yang banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk bohong. Contohnya seperti nukilan-nukilan yang mengenai shalat lima waktu, bilangan rakaat, kadar zakat dan yang sepertinya.  Ulama membagi hadis mutawattir menjadi dua, yaitu:

a. mutawattir lafdzi, yaitu mutawatir redaksinya, contoh :

...من كدب على متكدافليتبوأمقعجه من النار...

Artinya :...orang yang berdusta atas nama saya hendaknya bersiap-siap menduduki api neraka.

b. mutawattir makna, yaitu beberapa riwayat yang berlainan, mengandung satu hal atau satu sifat atau satu perbuatan, contoh:

 

انماالأعمال بالنيات

Artinya : bahwasannya segala amalan itu menurut niat.

             Sesuatu dapat dikatakan hadis mutawatir apabila memenuhi syarat-syarat yaitu; pertama, diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi. Kedua, adanya keseimbangan antara perawi pada thobaqot pertama dengan thobaqot berikutnya. Ketiga, berdasarkan tanggapan pancaindra.

 Hadis Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh beberapa orang sahabat tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir Di antara as-sunnah ini adalah sebagian hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Abdullah bin Masud, atau Abu Bakar ash-Shidik, kemudian diriwayatkan oleh kelompok yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta; seperti hadis:

لاضررولاضرار

Artinya : Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan juga tidak boleh membalas sesuatu yang membahayakan.

          Hadis ahad, yaitu as-sunnah yang diriwayatkan oleh perorangan yang tidak sampai pada hitungan mutawattir. Artinya, satu, dua atau beberapa orang rawi meriwayatkan dari Rasulullah yang kemudian diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sepadan dan demikian seterusnya sehingga sampai kepada kita dengan sanad seperti itu. Yakni pada setiap tingkatannya adalah perorangan, tidak sampai pada hitungan mutawatir

             Perbedaan hadis dan atsar hanya pada memahami istilah yang mengandung perbedaan makna dalam membicarakan sunnah, hadis dan atsar. Istilah sunnah bisa disandarkan kepada Nabi Muhammad, sahabat, dan umat manusia pada umumnya. Istilah hadis biasanya digunakan hanya terbatas terhadap apa yang datang dari Nabi Muhammad. Sedangkan istilah atsar digunakan terhadap apa yang datang dari sahabat, tabiin dan setelahnya.