LBH Masyarakat Kecam Percepatan Pengesahan RKUHP

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengecam percepatan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal ini karena rumusan tersebut masih menyisakan persoalan mendasar yakni minimnya pelibatan para pihak yang terkena dampak atas adanya rumusan tersebut.

 LBH Masyarakat Kecam Percepatan Pengesahan RKUHP
Konpres, YLBHI, Rabu, (28/3/2018)

MONITORDAY.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengecam percepatan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal ini karena rumusan tersebut masih menyisakan persoalan mendasar yakni minimnya pelibatan para pihak yang terkena dampak atas adanya rumusan tersebut.

Koordinator advokasi kasus LBH Masyarakat, Afif Abdul Qoyyim yang membuat RKUHP harus dikaji kembali dan tidak buru-buru disahkan. Pertama, masih adanya rumusan pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu tentang penghinaan presiden dan wakil presiden.

"Dihidupkannya kembali rumusan pasal ini bukan saja tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi, tapi dapat dikategorikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," ungkap Afif, di Gedung YLBHI, Jakarta, Rabu, (28/3/2018).

Kemudian,  Afif mengungkap adanya dualisme yang berlaku tentang narkotika jika RKUHP diberlakukan, yaitu UU no 35 tentang narkotika, dan pidana narkotika dalam RKUHP itu sendiri.

Selain itu, adanya kriminalisasi terhadap pengguna narkotika akan berdampak terhadap laju epidemi yang tidak terkendali.

"Kriminalisasi pengguna narkotika justru membuat pengguna narkotika menjadi enggan untuk mengakses layanan kesehatan, layanan jarum suntik steril misalnya, karena khawatir dirinya ditangkap karena membawa jarum suntik," terang Afif

Pasal lain yang bermasalah menurut Afif yaitu pelarangan demonstrasi alat kontrasepsi. Menurutnya ini merupakan bentuk kemunduran karena pelarangan demonstrasi alat kontrasepsi sudah dicabut. Hal ini seakan menunjukan tidak diperhatikannya penekanan epidemi HIV yang telah menjadi tujuan dari menteri kesehatan.

Kemudian masalah juga terkait pasal kesusilaan. Yaitu mengenai delik zina dan hubungan seksual konsensual di luar pernikahan, yang sebelumnya MK juga ikut menolak. menurutnya, Tidak ada legitimasi hukum untuk kembali memasukan delik-delik tersebut ke dalam RKUHP. "Padahal masih banyak persoalan administrasi terutama terjadi di masyarakat adat," tutur Afif.