Lapor Mas Nadiem, Siswi SMP Nekat Jajakan Dirinya Demi Beli Kuota Internet Untuk Ikut PJJ

Korban yang masih siswi SMP ini terpaksa menjajakan dirinya hanya karena ingin membeli kuota internet, untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Lapor Mas Nadiem, Siswi SMP Nekat Jajakan Dirinya Demi Beli Kuota Internet Untuk Ikut PJJ
Ilustrasi/net

MONITORDAY.COM - Kapolsek Batu Aji Kota Batam, Kompol Jun Chaidir membenarkan kabar tragis adanya penangkapan pelaku dan korban prostitusi dibawah umur. Dari hasil interogasi kepada korban yang masih siswi SMP ini, mengaku terpaksa menjajakan dirinya hanya karena ingin membeli kuota internet, untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Adapun tarif sekali kencan dipatok Rp 500.000. Tragisnya, korban masih berusia 15 tahun atau di bawah umur dan duduk di bangku sekolah," kata Kompol Jun, kamis (30/7/2020).

Kronologisnya, siswi SMP tersebut bingung untuk mendapatkan uang  karena tuntutan PJJ, hingga ia harus berpikir keras mencari solusi. Sang siswi pun mencari tahu melalui Facebook. Selanjutnya, korban berkenalan dengan pelaku penyalur prostitusi online dari jejaring sosial tersebut. Kemudian, pelaku mengajari dan mempromosikan korban. Ironisnya, korban diketahui juga sempat mempromosikan dirinya sendiri melalui akun MiChat. 

"Awalnya korban mengetahuinya dari pelaku tersebut, tetapi belakangan korban sempat mempromosikan sendiri dan ada juga sesekali menggunakan pelaku," tuturnya.

Kompol Jun pun segera bergerak untuk menggagalkan aksi prostitusi online. Polisi melakukan penyelidikan dan menangkap dua orang pelaku, yakni penyalur dan pemesan jasa prostitusi online. 

Polisi mengamankan barang bukti dua ponsel merek Xiaomi dan uang tunai Rp 1 juta. Kedua pelaku pun dijerat Pasal 76 b jo 88 UU RI No 35 Tahun 2008 Perubahan tentang UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Bawah Umur dengan ancaman 10 tahun penjara.

Publik kini bertanya kepada Mendikbud. Inikah PJJ yang digaungkan? tidak semua anak didik Indonesia mampu secara finansial. Nadim Makarim semestinya membuka matanya lebar-lebar melihat fakta buram dari penerapan PJJ.

Inilah fakta terpahit, demi PJJ, siswi SMP dari keluarga miskin tersebut harus menjual dirinya demi membeli kuota dan HP. Alangkah bijaknya dana Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud yang cukup fantastis, berkisar 599 miliar rupiah itu dialokasikan untuk menyokong PJJ, khusunya pembelian kuota internet dan smartphone bagi siswa-siswi yang kategori tidak mampu.