LaNina Diprediksi Terjadi Akhir Tahun, Sektor Pertanian Perlu Waspada!

MONITORDAY.COM - Pada 2020 lalu, fenomena perubahan iklim yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi, hal ini terjadi akibat dari curah hujan yang tinggi di atas normal (LaNina). Fenomena ini diprediksi akan terjadi juga pada akhir 2021.
Tahun ini LaNina diprediksi mundur, dibandingkan tahun sebelumnya dan diperkirakan puncak LaNina berada pada bulan Desember 2021 hingga Februari 2022. LaNina ini berlangsung beriringan dengan musim hujan, maka dari itu perlu diwaspadai.
Sebagian masyarakat menganggap, LaNina merupakan badai. LaNina ini bukanlah badai, namun peristiwa alam yaitu menyimpangnya perilaku suhu di Samudra Pasifik. Peristiwa alamiah ini akan berulang pada periode tertentu, yaitu antara 2-7 tahun.
Adapun penyimpangan perilaku atau keanehan, merupakan ketika laut tiba-tiba mendingin di bawah normal. LaNina terjadi akibat mendinginnya Samudra Pasifik dari timur hingga tengah.
Jadi, LaNina adalah fenomena global yang terjadi secara alamiah. Saat terjadi keanehan di Samudra Pasifik, perilaku atmosfer di atasnya akan terganggu atau menyimpang, sehingga memicu perubahan pola curah hujan di berbagai wilayah, bahkan di Indonesia.
Dampak LaNina akan terasa dampaknya pada sektor pertanian, khususnya di subsektor tanaman pangan.
Di sektor pertanian, La Nina mengakibatkan kondisi yang kurang menguntungkan, seperti kerusakan tanaman dan lahan akibat banjir yang muncul dari curah hujan tinggi.
Kemudian, juga mengakibatkan meningkatnya kelembapan udara dan munculnya organisme pengganggu tanaman (OPT).
Kepala BMKG dalam webinar bertajuk 'Antisipasi Iklim Ekstrim Sebagai Dampak La Nina Melalui Sekolah Lapang' menyebutkan, curah hujan yang tinggi akan berdampak pada kualitas hasil panen, dikarenakan kadar air yang meningkat.
"Pasca panen, curah hujan yang tinggi akan mengurangi kualitas hasil panen karena kadar air yang meningkat,"katanya beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, masyarakat yang beraktivitas pada sektor pertanian diharapkan mencermati dan mengantisipasi potensi dampak curah hujan tinggi pada lahan pertanian yang menyebabkan gagal panen akibat banjir dan peningkatan serangan organisme penganggu tanaman.
Banjir dan serangan OPT sering mengakibatkan kerusakan tanaman padi dalam skala luas, bahkan mengakibatkan gagal panen atau puso. Saat iklim ekstrim LaNina melanda di beberapa wilayah Indonesia, sebaiknya pihak terkait telah mengingatkan ancaman fenomena alam tersebut.
Cara Antisipasi LaNina
Data mencatat bahwa akibat anomali iklim LaNina di sejumlah daerah sentra pengembangan padi terendam banjir, dan serangan OPT meningkat. Terlebih, di berbagai wilayah gagal panen.
Dalam melakukan antisipasi dampak LaNina terutama di sektor pertanian, terdapat sejumlah upaya antisipasi dapat dilakukan, berikut caranya:
1. Memetakan daerah yang rawan terkena dampak, dengan demikian memudahkan untuk memberikan informasi atau peringatan dini
2. Membentuk brigade LaNina
3. Mengoptimalkan tata kelola air melalui pompanisasi in-out dari sawah
4. Mengoptimasi sistem surjan pada lahan rawa, dan optimasi lahan keringkering
5. Menyediakan atau memberi bantuan benih padi tahan genangan dan tahan serangan OPT
6. Mengoptimasi mesin pengering gabah, dan; Ketujuh, memanfaatkan asuransi usaha tani pertanian (AUTP).