Kurangi Polusi Udara, Siswa SMK Kudus Ciptakan Mobil Ramah Lingkungan
SMK NU Maarif Kudus akan memproduksi beberapa unit mobil listrik untuk kepentingan mobilisasi sekolah dan masyarakat sekitar.

MONITORDAY.COM - Siswa SMK NU Maarif Kabupaten Kudus menciptakan mobil listrik ramah lingkungan. Mobil listrik tersebut diberi nama Ev-Green atau kendaraan listrik berbasis hijau. Mobil yang memiliki kapasitas mesin mencapai 30 kilowatt (KW) ini diciptakan untuk mengurangi polusi udara akibat gas buang kendaraan.
Dimas Raffi Syechan, seorang siswa yang ikut merancang mobil mengaku, timnya membutuhkan waktu hampir satu bulan untuk membuat mobil listrik ini.
"Beda mobil listrik dengan mobil manual (non-listrik), mobil listrik ramah lingkungan, tidak polusi. Mobil listrik bisa nangulangi polusi," terang siswa asal Kabupaten Jepara ini kepada wartawan di Kudus, Selasa (15/10/2019) kemarin.
Dimas kemudian menjelaskan, bahwa mobil listrik ini dilengkapi dengan pengontrol atau controller. Fungsi controller ini untuk mengantisipasi kecepatan, sekaligus perubahan dari smooth sampai ke kecepatan putaran tinggi mobil. Selain itu, komponen mesin mobil ini menggunakan dinamo listrik 15 sampai 30 KW dengan transmisi otomatis.
"Adapun komponen mesin mobil pakai dinamo listrik 15 KW dan pakai controller juga. Dari dinamo kita tempelkan ke transmisi manual. Transmisi manual kita ubah jadi transmisi otomatis. Mobil ini segi perawatan ini lebih mudah. Hanya baterai, dan dinamo," terang Dimas.
Sementara itu, Masrukin, guru sekaligus penanggung jawab jurusan Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO) SMK NU Maarif Kudus mengatakan, pihaknya sengaja berinovasi membuat mobil listrik untuk mengaplikasikan ilmu pelajaran di sekolah. Selain juga sebagai bentuk kolaborasi satu sama lain pembelajaran siswa.
"Kami mengembangkan mobil listrik ini berdasarkan dari pengembangan pembelajaran yang disebut dengan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Sekolah ini mendapatkan amanat dari Direktorat Kementerian Pendidikan yakni sekolah pembelajaran dengan model STEM," jelasnya.
"Di sana ada kolaborasi beberapa pelajaran yang di dalamnya harus mewujudkan suatu produk. Kami memutuskan untuk membuat karya dari siswa, sekaligus proses belajar siswa berupa mobil listrik," imbuhnya.
Dia mengemukakan alasan pembuatan mobil listrik karena dengan Ev-Green, ada banyak perhitungan, dari perhitungan rekayasa engineering, dan lainnya. Dengan kapasitas atau kekuatannya mencapai 15 KW-30 KW.
"Ada dinamo listrik, dan kekuatannya. Karena kita menggunakan banyak perhitungan, termasuk daya kendaraan, daya yang digunakan kita putuskan menggunakan kekuatan 15 KW-30 KW," imbuhnya.
Dia menerangkan soal kecepatan mobil. Sejauh ini pihaknya masih terus melakukan riset soal kecepatan. Karenanya pihak sekolah masih terus mencari cara agar bisa akurat perhitungannya.
"Kecepatan mobil ini tahapan riset. Kami masih mencari beberapa cara agar bisa mengukur secara akurat, tepat, berapa kecepatan maksimal. Dari uji coba sementara, bisa 50-60 km per jam tidak masalah. artinya masih bisa di-up (ditambah) andai kata dengan jalan umum dan longgar, saya yakin bisa di-up 100 km per jam," jelas dia.
Ke depan, kata dia, pihaknya juga akan merencanakan membuat charging untuk mobil listrik agar tahan lama dan awet. Sehingga bisa stabil daya listriknya.
"Pengembangan agar stabil dan tahan lama kita rencanakan buat charging agar tahan lama dan compatible dengan mobil ini. Kita kolaborasi juga dengan disiplin ilmu. Terakhir kita coba uji sementara baru tahapan puluhan kilometer. Nanti kita terapkan 75 volt, ketemunya bisa 100 km per jam. Low baterinya tidak nol, tapi 20 persen. Mobil bisa nempuh 200 km sekali pengisian listrik," tandas Masrukin.
Selanjutnya, kata dia, pihak sekolah akan membuat beberapa unit mobil listrik, guna kepentingan mobilisasi sekolahnya serta tidak menutup kemungkinan untuk masyarakat sekitar.
"Riil atau aktualnya, kami akan membuatnya untuk kepentingan sekolah dan masyarakat. Kami rencanakan untuk kepentingan mobilitas di sekolah dan bisa juga dibantukan masyarakat sekitar. Biaya perakitan non-unit kita bisa habiskan Rp 60 juta. Belum termasuk baterai," imbuh dia.
"Tergantung baterai. Kalau baterai lithium bisa Rp 100 juta, kalau baterai A lite hanya puluhan juta. Kalau solar cell hanya untuk memenuhi sebagian proses charging namun 100 persen tidak. Karena kapasitas dari solar cell sendiri," pungkasnya.