KPK Periksa Wakil Ketua DPRD DKI Terkait Anggaran Pengadaan Tanah Munjul

MONITORDAY.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan dan kawan-kawan, dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019, Selasa (10/8/2021).
Lembaga anti rasuah memeriksa Taufik untuk mendalami terkait pengusulan dan pembahasan anggaran pengadaan tanah di Munjul.
Demikian hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (11/8/2021).
"Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan pengusulan dan pembahasan anggaran untuk BUMD di Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur," kata Ali.
Lebih lanjut, Ali mengatakan, saksi Taufik juga dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait proses jual beli tanah di Munjul tersebut. Selain itu, terkait perkenalan saksi dengan tersangka Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI).
Pada Selasa (10/8/2021), KPK juga memeriksa seorang saksi lainnya untuk tersangka Yoory dan kawan-kawan, yaitu Pelaksana Harian (Plh) Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) periode 2019 Riyadi.
"Didalami mengenai pengetahuan saksi terkait bagaimana proses regulasi terkait Program DP Nol Rupiah," ungkap Ali.
Tak hanya Yoory dan Rudy, KPK dalam hal ini telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Adapun perbuatan para tersangka tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.
Sedangkan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menjelaskan bahwa diduga dilakukan Sarana Jaya secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal, dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Kemudian, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP), serta adanya dokumen yang disusun secara "backdate" dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
Terkait perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan pihaknya akan mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut.
"Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami," kata Firli saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8/2021).