KNTI: Kebijakan Soal Benih Lobster Harus Berpihak ke Pembudidaya

Kebijakan yang tertuang dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 itu saat ini justru lebih menguntungkan para eksportir dan pengusaha ketimbang nelayan pembudidaya. Padahal dalam aturan tersebut, eksportir wajib melakukan budidaya dan menggandeng pembudidaya lokal sebelum mengekspor benur.

KNTI: Kebijakan Soal Benih Lobster Harus Berpihak ke Pembudidaya
Ketua Harian KNTI, Dani Setiawan dalam diskusi virtual Kopi Pahit, bertajuk 'Ada Apa dengan Benih Lobster?' Pada Kamis (10/7).

MONITORDAY.COM - Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan menyoroti kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang belakangan menimbulkan pro kontra di masyarakat, yakni menginzinkan kembali ekspor benih lobster.

Ia mengatakan, kebijakan yang tertuang dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 itu saat ini justru lebih menguntungkan para eksportir dan pengusaha ketimbang nelayan pembudidaya. Padahal dalam aturan tersebut, eksportir wajib melakukan budidaya dan menggandeng pembudidaya lokal sebelum mengekspor benur (benih lobster).

"Aturan tersebut kami lihat justru memudahkan ekspor duluan, bukan budidayanya. Kita lihat banyak perusahaan yang telah memulai ekspor, padahal budidayanya tidak tahu di mana, atau kerjasama dengan siapa," kata Dani, dalam diskusi virtual Kopi Pahit, bertajuk 'Ada Apa dengan Benih Lobster?' Pada Kamis (10/7).

Dani mengatakan, aturan tersebut seharusnya bisa membangkitkan kembali pembudidaya lobster lokal. Sebab karena adanya aturan yang dikeluarkan oleh Menteri KP sebelumnya, penangkapan benih lobster tidak hanya dilarang untuk di ekspor namun juga untuk pembudidaya.

Padahal, jika mengaca pada data, sebelum adanya larangan penangkapan benur, hasil dari budidaya lobster di Indonesia cukup berkembang, bahkan bisa bersaing dengan Vietnam yang telah lebih dahulu mengembangkan budidaya komoditi tersebut.

"Ini artinya sebenarnya kita punya kekuatan dari segi sumber daya. Meskipun Vietnam telah lebih dahulu mengembangkan budidaya lobster, namun kemampuan pembudidaya kita jangan diremehkan, karena terbukti kita pernah menunjukan tren positif dari hasil lobster budidaya," kata Dani.

Karena itu, Permen yang baru tersebut jangan hanya mengatur legalisasi ekspor benur semata. Namun seharusnya pemerintah mendiskusikan bagaimana road map atau peta jalan terkait pembudidayaan lobster oleh masyarakat bawah.

"Catatan kami, adalah kepastian pemerintah untuk mengembangkan budidaya ini agar lebih maju. Bagaimana organisasi-organisasi rakyat ini bisa diberdayakan. Misalkan dari segi teknologinya diperkenalkan, modalnya di dekatkan, dan sebagainya," ungkap Dani.

Terkait ekspor, Ia menilai, hal ini sebenarnya suatu langkah agar sumberdaya lobster yang melimpah di laut dimanfaatkan untuk ekspor, selagi pengembangan budidaya lobester berjalan, yang memang membutuhkan waktu cukup lama.

Namun menurutnya, harus ada pengawasan agar masa transisi ini benar-benar dimanfaatkan, jangan sampai ekspor benih terus yang terjadi namun budidayanya tidak berjalan.

Lebih lanjut Dani mengatakan, sejatinya setiap kebijakan yang diambil merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial ekonomi yang ada di masyarakat, seperti kemiskinan maupun ketimpangan.

"Karena itu, kebijakan apapun yang diambil utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi komunitas-komunitas kecil di bawah, bukan malah justru menguntungkan mereka yang memang sudah berdaya," tandasnya.