Ketum INTANI: Jaga Ketahanan Pangan Nasional Perlu Perubahan Mindset

MONITORDAY.COM - Organisasi pangan dunia FAO memberikan peringatan akan terjadinya krisis pangan. Bencana kelaparan akan mengancam dunia. 135 juta orang di seluruh dunia terancam kelaparan atau bahkan mengalami situasi yang lebih buruh dari pada itu. Karena itu ketersediaan pangan, atau food security sangat penting.
Ketua Umum Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI), Guntur Subagja mengatakan perubahan mindset untuk menjaga ketahanan pangan nasional adalah gagasan Presiden RI Joko Widodo yang disampaikan dalam pembukaan Musrenbangnas 2020.
Gagasan tersebut kembali kembali diangkat dalam diskusi virtus communica, dengan tema mengukur ketahanan pangan nasional, yang digelar Sabtu (30/1/2021). Perkemangannya selama pamdemi covid-19 pun disoroti, karena harga bahan pokok cenderung naik.
Stok pangan di 2020 memang cukup, tapi perlu diwaspadai di wal tahun 2021 ini. Terutama untuk kebutuhan padi dan beras yang menjadi makan pokok masyarakat Indonesia. Seperti diketahui, produksi padi di 2020 diperkirakan 55,16 juta GKG, mengalami kenaikan 556,51 ribu ton atau 1,02% dibandingkan produksi di tahun 2019 sebesar 54,60 juta tok GKG.
Jika potensi produksi pada tahun 2020 dikonversi menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 31,65 juta ton, mengalami kenaikan sebesar 314,10 ribu tok, atau 1% dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 31,31 juta
Kenaikan konsumsi tersebut juga mengakibatkan kenaikan harga beras. Badan Pusat Statistik mencatatkan per Agustus 2020, terdapat kenaikan harga beras kualitas premium naik 0,31% menjadi Rp9,963 per kilo, dan kualitas medium naik 0,20% menjadi Rp9,335. Tak hanya itu, beras luar yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga mengalami kenaikan 0,75% menjadi Rp8,986.
Lebih lanjut Guntur menjelaskan, ketersediaan pangan menjadi salah satu pilar untuk menciptakan ketahanan pangan. Pilar lainnya adalah akses pangen, pemanfaatan pangan dan stabilitas pangan. Menurutnya setiap pilar memiliki peran penting yang bisa dimaksimalkan, seperti pemanfaatan pangan lainnya.
“Padahal Indonesia punya sumber daya lain protein tinggi lain, kenapa tak bangun persepsi tinggi protein tinggi itu ikan mudah didapatkan di kolam. Memang karena faktor faktor opini dan persepsi yang dibentuk sehingga,” ujar Guntur yang juga ASSTAFSUS Wapres RI Bidang Ekonomi dan Keuangan.
Perlu diketahui, Indonesia merupakan salah satu produsen pangan terbesar di dunia. Data FAO tahun 2018, Indonesia merupakan produsen padi terbesar ketiga di dunia sebesar 83,03 juta ton, berada di bawah China dan India masing-masing 214,07 juta ton dan 172,58 juta ton. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar 270 juta, jauh di bawah China dan India, yang memiliki 1,3 miliar penduduk.
Bisa dibilang jika China dan India memenuhi kebutuhan pangan dengan beras, meskipun sebagai dua negara dengan produsen beras terbesar, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan penduduknya. Namun karena dua negara ini tidak menggunakan beras sebagai makan pokok, produksi padi tidak menjadi masalah serius.
Indonesia sendiri diketahui memiliki beberapa sumber bahan pangan yang sudah lama menjadi bahan makanan pokok masyarakat Indonesia, seperti Sagu dan Singkong. Saat ini bahan makanan tersebut telah diolah menjadi berbagai makanan cemilan yang sangat populer.
Tapi mindset masyarakat yang menganggap belum makan kalau belum makan nasi, membuat kebutuhan beras terus menjadi perhatian.
Karena itu, menurut Guntur, perlu dibangun nasionalisme, membangun dan mencanangkan komoditas unggulan lokal, agar menjadi sumber makanan lain. Menurutnya ketergantungan beras bisa digantikan dengan bahan baku lain seperti ubi. Harapan itu mungkin bisa berikan untuk milenial yang mulai suka makan mie samyang yang dibuat dari ubi.
“Memang harus ubah mindset, karena ada yang membangun persepsi (beras) seakan kurang terus,” jelas Guntur.