Ketua DPD RI: Kaji Ulang Penghapusan Formasi PNS Bagi Guru

Ketua DPD RI: Kaji Ulang Penghapusan Formasi PNS Bagi Guru
Sumber gambar: antaranews.com

MONITORDAY.COM - Wacana penghapusan formasi PNS bagi profesi guru mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Penghapusan formasi guru dalam CPNS dinilai dapat merugikan kesejahteraan guru dan menyalahi aturan.

Pemerintah merencanakan bahwa guru akan diberikan kesempatan untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) namun tidak diberikan kuota PNS lagi seperti sebelumnya. PPPK merupakan salah satu jenis dari status aparatur sipil negara dengan perjanjian kerja yang berbeda dengan PNS pada umumnya. 

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah agar mengkaji ulang rencana penghapusan formasi guru dari seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada 2021.

"Rencana penghapusan guru dari seleksi CPNS mendapat banyak penolakan dari tenaga pendidik dan guru. Oleh karena itu sebaiknya kebijakan ini dikaji ulang," ujar LaNyalla

LaNyalla mengatakan bahwa Pusat Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menolak kebijakan penghapusan formasi guru pada seleksi CPNS 2021.

Menurut dia, P2G menyebut rencana tersebut berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan, tepatnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) karena dalam aturan itu disebutkan ASN terdiri dari PNS dan PPPK (pegawai pemerintah untuk perjanjian kerja).

LaNyalla berharap pemerintah mengajak kelompok guru untuk berdiskusi sebelum memutuskan untuk merealisasikan kebijakan menghapus formasi guru dari seleksi CPNS. Ia berharap kebijakan yang diambil pemerintah tidak merugikan guru maupun tenaga pendidik.

Sementara itu, Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI akan menyurati pemerintah terkait rencana dikeluarkannya formasi guru dari calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada tahun depan. PGRI menolak kebijakan tersebut karena dinilai sarat diskriminasi.

“Kami sedang tulis surat kepada Menteri PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara), kebijakan jangan sporadis, harus komprehensif melihat dampaknya,” tutur Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi saat dihubungi pada Kamis, 31 Desember 2020.

Unifah memastikan surat penolakan terhadap kebijakan tersebut akan dilayangkan pada awal Januari. Menurut dia, dalam surat tersebut, PGRI meminta pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen, yakni CPNS dan PPPK. Sebab, ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki tujuan berbeda.

PPPK, kata Unifah, memberikan kesempatan bagi guru honorer dengan usia di atas 35 tahun untuk memperoleh pengangkatan sebagai pegawai. Sedangkan posisi CPNS membuka kesempatan bagi lulusan jurusan pendidikan menjadi pegawai negara.

 “Kalau kita berpendapat soal SDM (sumber daya manusia), kepada guru mengapa ada diskriminasi? Harusnya enggak ada diskriminasi,” tutur Unifah.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana sebelumnya mengungkapkan alasan pemerintah mengeluarkan formasi guru dari CPNS. Ia mengungkapkan, setelah bekerja 4-5 tahun, biasanya CPNS ingin pindah lokasi. Hal itu dinilai akan menghancurkan sistem distribusi guru.

“Selama 20 tahun kami berusaha menyelesaikan itu, tapi tidak selesai dengan sistem PNS. Jadi ke depan akan diubah menjadi PPPK,” ucapnya.

Bima juga mengungkapkan aturan ini bakal berlaku bagi tenaga kesehatan dokter dan lain-lain, seperti penyuluh. Dia menuturkan kebijakan tersebut berlaku di negara-negara lain dengan jumlah pegawai PPPK di bawah naungan pemerintah mencapai 70 persen. Sementara pegawai berstatus PNS jumlahnya hanya 30 persen.