Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tahu dan Tempe Mogok Produksi

MONITORDAY.COM - Persediaan tahu dan tempe mendadak hilang di pasaran Jabodetabek. Hal ini buntut dari tuntutan produsen yang keberatan dengan tingginya harga bahan baku yakni kacang kedelai. Aksi mogok produksi yang dilakukan perajin tahu dan tempe wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) yang berlangsung sejak Kamis (31/12) dipicu naiknya harga kedelai akan berakhir pada Minggu (3/1).
Menurut Fajri Safii salah satu perajin tahu dan tempe, aksi mogok ini terpaksa dilakukan mengingat harga kedelai naik 35 persen dari harga normal. Menurut Fajri, saat ini lonjakan harga kedelai mencapai kisaran Rp9.000 sampai Rp10.000. Sedangkan, harga kedelai pada bulan lalu, ungkapnya Fajri, hanya di kisaran Rp7.000 sampai Rp7.500.
"Kenaikan harga kedelai sebesar itu menyebabkan para perajin tahu mogok produksi karena tidak sanggup lagi membeli kedelai," kata Fajri Safii.
"Kalau melihat Peraturan Menteri Perdagangan nomor: 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang ketentuan import kedelai dalam rangka stabilitas harga kedelai. Peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru yang menyebabkan seseorang importir lama bisa semaunya menentukan harga, dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang tidak sehat," ungkap Fajri.
Sementara, Ketua Umum Sahabat Perajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia, Haryanto mengaku tak sedikit para perajin yang tergabung dalam organisasinya banyak yang gulung tikar akibat dari kenaikan harga kedelai.
Sementara itu dilansir dari Antaranews.com, Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan meminta langkah kebijakan yang cepat dan tepat guna mengatasi pangkal persoalan dari aksi mogok produsen tahu dan tempe di berbagai daerah.
Johan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, mengaku prihatin atas meroketnya harga kedelai yang berdampak serius terhadap kelangsungan usaha dari ribuan UKM serta terjadinya mogok produksi produsen tahu dan tempe.
Menurut dia, lonjakan harga kedelai disebabkan karena ketergantungan dengan impor dan lemahnya tata kelola perniagaan kedelai lokal.
"Saat ini pemerintah harus sadar bahwa ketergantungan impor pasti berdampak serius terhadap stabilitas harga dan ketahanan pangan kita," papar Johan.
Untuk mengatasi gejolak harga kedelai saat ini, Johan mendorong agar segera memberdayakan para petani kedelai lokal serta mengelola harga jualnya agar tidak kalah bersaing dengan produk impor.
Pemerintah, lanjutnya, diharapkan segera mengambil kebijakan stabilisasi harga kedelai untuk menyelamatkan keberlangsungan usaha dari produksi tahu dan tempe.
"Apalagi pada masa pandemi ini harus ada prioritas untuk membantu ribuan usaha kecil menengah berbasis pemberdayaan produk lokal agar ekonomi nasional segera pulih," ujar Johan.