Kemudahan Izin dan Pajak UMKM

MONITORDAY.COM - Sebagai salah satu pilar penting dalam pertumbuhan ekonomian nasional, usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) terus didorong agar naik kelas. Berbagai upaya dan inovasi dilakukan oleh pemerintah, agar UMKM terus tumbuh terutama yang terdampak pandemi.
Sebagai salah satu bentuk keberpihakan terhadap UMKM, Pemerintah mendorong transformasi UMKM dari usaha informal menjadi formal. Hal itu dilakukan melalui mempermudah izin pelaku usaha, melalui sistem satu pintu, atau online single submission (OSS) berbasis risiko.
Melalui sistem ini pemerintah dapat memetakan perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko. Adapun Tingkat Risiko dibagi menjadi risiko rendah, risiko menengah rendah, menengah tinggi, dan risiko tinggi.
Presiden Joko Widodo, dalam peluncuran OSS berbasis risiko pada 9 Agustus 2021 lalu mengatakan, sistem ini akan mentransformasi perizinan usaha agar lebih mudah dan dilakukan secara transparan.
"Saya tidak mau lagi mendengar ada kesulitan yang dihadapi para pengusaha dan tidak mau lagi dengar ada suap, semua harus dilakukan secara terbuka, transparan dan memudahkan para pengusaha," kata Jokowi.
Cara untuk mengakses perizinan melalui sistem ini mudah, tinggal buka laman resmi OSS klik daftar dan mengikuti alur registrasinya. Di laman tersebut juga berisi Informasi-informasi lainnya terkait proses perizinan usaha, misalnya tentang regulasi-regulasi khusus untuk jenis bidang usaha tertentu, kelengkapan dokumen, dan lain-lain.
Adapun tingkatan berdasarkan risiko pelaku usaha yang dimaksud adalah. Pertama, risiko rendah cukup memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai perizinan tunggal.
NIB ini sudah mencakup legalitas, Standar Nasional Indonesia (SNI), Sertifikasi Jaminan Produk Halal (SJPH), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor (API), serta akses kepabeanan untuk eksportir dan importir.
Selain itu NIB juga memudahkan pengusaha untuk mengakses pembiayaan dari perbankan. NIB juga memungkinkan usaha untuk mengakses program bantuan dari Pemerintah, serta memiliki kepastian atau perlindungan hukum terhadap usahanya.
Kemudian usaha dengan risiko menengah rendah memerlukan NIB dan Sertifikat Standar (SS) berupa pernyataan mandiri. Kemudian usaha dengan risiko menengah tinggi memerlukan NIB dan SS yang harus diverifikasi oleh Kementerian, Lembaga, atau Pemerintah Daerah.
Adapun usaha dengan risiko tinggi perlu memiliki NIB, izin yang harus disetujui oleh Kementerian, Lembaga, atau Pemerintah Daerah, dan SS jika dibutuhkan.
Sistem ini diklaim telah memberi kemudahan pelaku usaha dalam memperoleh izin. Rayhan Christian Slego, pengusaha yang mendaftarkan bisnisnya di Jakarta menjelaskan bahwa bisa mendapatkan NIB dalam hitungan menit. “Sudah saya coba dan hasilnya sangat cepat. 5 menit sudah langsung terbit,” ujar dia.
Senada dengan itu, Yusuf Sopian, pengusaha asal Karawang, Jawa Barat yang bergerak di bidang pembuatan pupuk. NIB dia terbit dalam waktu 7 menit. "Kita tidak harus datang ke kantor DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Satu Pintu Terpadu), tidak harus bolak-balik. Membuat kita tenang,” tuturnya.
Selain mempermudah izin usaha, Pemerintah juga mengatur pajak UMKM dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pengaturan ini bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM.
Dalam UU HPP, UMKM yang selama ini membayar pajak penghasilan (PPh) dengan tarif final 0,5% sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atas peredaran bruto hingga Rp 500 juta setahun.
Pengusaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 500 miliar maka tidak perlu membayar PPh sama sekali. Bahkan kebijakan tersebut juga menguntungkan bagi UMKM dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun.
Misalnya, pengusaha dengan peredaran bruto sebesar Rp 2,5 miliar setahun hanya membayar PPh atas peredaran bruto Rp 2 miliar karena sampai dengan peredaran bruto Rp 500 juta dibebaskan dari PPh.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh Badan sebesar 50% sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31E UU PPh.
Kemudian dari sisi pajak pertambahan nilai (PPN), pemerintah juga memberikan kebijakan berbeda. Kemudahan tersebut adalah penerapan tarif PPN final misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha untuk jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dalam hal ini, pengusaha kecil dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun, dapat memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) ataupun tidak.
Kemudian, pengusaha kecil yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu melakukan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM). Namun cukup menerapkan tarif final dalam pemungutan PPN yang tentu tarifnya lebih rendah dibandingkan tarif dalam pedoman pengkreditan pajak masukan berdasarkan PMK 74/PMK.03/2010.