Kemendagri Apresiasi KPK Dalam Mengungkap Praktek Korupsi Penyelenggara Pemerintahan
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat selama 2018 terdapat 19 kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sekitar 61 Anggota DPR dan DPRD tertangkap kasus korupsi.

MONITORDAY.COM - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat selama 2018 terdapat 19 kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sekitar 61 Anggota DPR dan DPRD tertangkap kasus korupsi.
Mencermati dinamika tersebut, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar Baharuddin mengapresiasi kinerja jajaran KPK yang mengungkap praktek korupsi penyelenggara pemerintahan.
Menurut Bahtiar, Kemendagri sebagai Kementerian yang memiliki fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan pemerintahan di daerah mendukung penuh terhadap upaya KPK yang terus melakukan pembersihan terhadap praktik koruptif di jajaran pemerintah daerah.
"Silakan KPK membersihkan terus demi kebaikan dan perbaikan tata kelola pemerintahan," ujar Bahtiar dalam keterangan tertulisnya.
Dia menambahkan, kinerja KPK menunjukan sistem pengawasan masyarakat terhadap penyelenggara sudah berjalan. Pasalnya, kewenangan yang besar baik Kepala Daerah maupun DPRD selaku penyelengara memunculkan kecenderungan menyalahgunakan wewenang.
"Pemerintahan di daerah memunculkan kecenderungan untuk menyalahgunakan kewenangan. Peran masyarakat dalam mengontrol pemerintahan ini sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik, guna menciptakan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, serta nepotisme," katanya.
Menurutnya, perlu perbaikan dalam tata kelola pemerintahan termasuk mekanisme rekrutmen para penyelenggara negara. Penyelenggara negara sejatinya mengabdi bangsa dan negara, bukan memperkaya diri dan keluarga.
Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah seyogyanya memperkuat posisi pemerintah daerah (Pemda) dalam memajukan kesejahteraan rakyat di daerah (human development). Untuk menjamin akselerasi otonomi daerah itu maka diperlukan pemimpin daerah (kepala daerah) yang dipilih langsung (Pilkada) agar legitimasi politik menjadi kuat dan dapat tenang bekerja karena tidak dirongrong oleh permainan politik di daerah.
Ia menyoroti sistem pemerintahan daerah dan sistem rekruitmen politik saat ini perlu dievaluasi.
"Undang-undang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Pilkada, UU yang mengatur birokrasi, administrasi tata kelola keuangan dan daerah yang menurut arahan Presiden sangat rumit, dan hanya mengedepankan aspek prosedur administrasi belaka, perlu dievaluasi secara komprehensif, karena tidak kompatibel menghasilkan penyelenggara negara yang berintegritas," tandasnya.