Kearifan Rasulullah dalam Membangun Persaudaraan

Kearifan Rasulullah dalam Membangun Persaudaraan
Foto: serigalavenus.wordpress.com

MONITORDAY.COM - Walaupun pada awalnya penduduk Mekah banyak yang mengagumi, menghormati bahkan memberi gelar “al-amin” Muhammad. Tetapi, setelah beliau mendeklarasikan sebagai utusan Allah (Rasulullah) dan menyebarkan ajaran islam, sikap itu spontan berubah. Kebanyakan penduduk Mekah berbalik menghina dan memusuhinya.

Apapun yang beliau sampaikan, yang sebelumnya di anggap benar dan di ikuti.Setelah beliau mendeklarasikan dirinya sebagai Rasulullah, semuanya dianggap bohong  dan tidak masuk akal. Bahkan mereka tidak segan-segan menyebutnya pembohong, tukang sihir dan orang gila.

Kebencian dan permusuhan yang mereka lakukan, bukan hanya dalam ucapan, tapi juga dalam tindakan. Tindakan yang mereka lakukan bahkan tidak manusiawi, boleh jadi masuk kategori pelanggaran hak azasi manusia.

Melakukan penyiksaan terhadap pengikutnya, meludahi tempat shalatnya, melempari dengan kotoran onta bahkan dengan batu sampai berdarah, mengancam pembunuhan, memboikot kebutuhan hariannya, bahkan melakukan pengusiran merupakan tindakan keji lainnya yang mereka lakukan dan menjadi menu harian Rasulullah dan para pengikutnya.

Apakah Rasulullah memusuhi mereka yang telah melalukan tindakan keji itu? Adakah rasa dendam terhadap mereka pada dirinya?

Ketika Rasulullah merasakan beratnya penderitaan yang dialami oleh beliau bersama para sahabatnya di Mekah. Beliau berhijrah ke Thoif bersama Zaid bin Haritsah. Karena di Thoif banyak sudaranya ayahnya beliau berharap penduduk Thoif lebih ramah dan menerima dakwah beliau.

Ternyata sikap orang Thoif yang diterima beliau berlawanan dengan dugaannya. Penduduk Thoif bukan hanya mengusir beliau dan Zaid bin Haritsah tetapi juga melemparinya sehingga mengalami memar di sebagian tubuhnya dan berdarah.

Di perjalanan pulang dari Thoif, beliau berdoa kepada Allah dengan memohon perlindungan, memohon ampunan atas kelemahannya dalam melaksanakan risalahnnya. Kemudian Allah mengirim malaikat menemui Rasulullah.

Malaikat itu berharap agar Rasululloh menyuruhnya untuk menjatuhkan dua gunung sekaligus kepada penduduk Thoif. Namun Rasulullah bersabda: Tidak, aku mohon mereka diberi tangguh, mudah-mudahan kedepannya Alloh berkenan melahirkan dari mereka generasi yang akan menyembah-Nya tanpa mepersekutkan dengan suatu apapun.” (Ibnu Qoyim Al Jauziah:Kelengkapan Tarikh Rasululloh)

Sejarah mencatat bahwa setelah melewati masa-masa sulit tersebut dan beliau mendapat kemenangan. Akhirnya beliau menjadi pemimpin yang paling dicintai oleh para sahabat dan ikhwannya. Bahkan para musuh dan pembencinya pun mengakui pula. Seorang astrofisikawan Michael H. Hart menobatkannya sebagai orang pertama yang paling berpengaruh di dunia  dari 100 tokoh yang diseleksinya.

Bagaimana para sahabat Rasulullah menunjukkan kecintaan kepadanya?

Suatu hari, pada masa awal Islam di dakwahkan kepada penduduk Mekah. Abu Bakar berkhutbah mengenai Islam dihadapan orang-orang kafir di Masjidilharam dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Orang-orang kafir tidak menerima ajakan itu, mereka memukuli dan menginjak-injaknya sehingga Abu Bakar hampir meninggal.

Setelah dibawa ke rumahnnya oleh Banu Ta’im. Beberapa saat kemudian beliau siuman. Setelah beliau sanggup berbicara, ternyata kalimat yang pertama kali diucapkannya:Bagaimana keadaan Rasulullah?

Ia tidak memperhatikan sama sekali keadaan dirinya, seolah-olah tidak mengalami penderitaan. Ketika Ibunya memberi makan, Sayyidina Abu Bakar berkata: Demi Allah, saya tidak akan makan dan tidak akan minum apapun sebelum saya melihat Rasulullah.

Ketika Rasulullah dan para sahabatnya menderita kekalahan dalam perang uhud, sehingga 70 orang sahabatnya syahid bahkan tersiar kabar Rasulullah terbunuh. Para wanita penduduk Madinah menunggu kabar kepastian tentang keadaan Rasulullah.

Pada saat sebagian pasukan uhud tiba di Madinah seorang wanita dari Bani Dinar menghadangnya dan bertanya: Bagaimana keadaan Rasulullah sholallohu alaihi wasalam?” Pasukan uhud menjawab: “Suami engkau meninggal.”

Wanita itu bertanya lagi: “Bagaimana keadaan Rasulullah sholallohu alaihi wasalam?” Kembali pasukan uhud menjawab: “Saudara engkau meninggal.” Lalu wanita itu bertanya lagi: “Bagaimana keadaan Rasulullah sholallohu alaihi wasalam.” Pasukan uhud menjawab: “Rasululloh baik-baik saja, wahai Ummu Fulan. Alhamdulillah, seperti yang engkau harapkan.” Kemudian wanita itu berkata: “Semua musibah menjadi ringan, selama engkau selamat wahai Rasululloh.”

Ketika Rasulullah tiba di Madinah, Ibu Amr bin Muadz menghampirinya. Rasulullah menyampaikan belasungkawa atas wafat putranya. Dengan tabah Ibu Amr Bin Muadz menjawab: “Selama saya melihat engkau selamat ya Rasulullah, saya anggap ringan semua musibah.” (Ar-Rakhiq Al Makhtum: 256).

Luar biasa kecintaan mereka kepada Rasulullah, sehingga musibah yang menimpanya tidak berarti apa-apa setelah melihat Rasulullah dalam keadaan selamat. Apa sebenarnya yang menyebabkan Rasulullah begitu dicintai oleh para sahabat dan pengikutnya?

Kecintaan mereka terhadap Rasulullah bukan hanya karena iman saja. Kecintaan itu tumbuh karena cara Rasulullah memperlakukan para sahabat dan musuhnya.

Rasulullah terhadap siapapun selalu memberikan perhatian yang tulus. Beliau lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya. Bila ada orang berbicara kepadanya, beliau mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghadapkan wajahnya kepada orang yang sedang berbicara kepadanya.

Suatu ketika dalam sebuah pertemuan, Jabir bin Abdillah Al-Bajali datang terlambat sehingga tidak mendapatkan tempat duduk. Rasulullah membuka gamisnya, melipatnya, dan memberikan kepada Al-Bajali, lalu berkata kepadanya: “Gunakanlah ini sebagai tempat dudukmu. Al-Bajali mengambil gamis itu, menciumnya, dan menangis sambil berkata: “Ya Rasulullah beginikah cara engkau menghormati sahabatmu?” (Min Akhlaqi Nabiy)

Rasulullah dalam pergaulan dengan para sahabatnya mempunyai kebiasaan memberikan pujian dan penghargaan. Rasulullah tidak merasa ragu untuk memberikan pujian dan penghargaan kepada siapapun yang dianggap layak untuk menerimanya.

Sayyidina Abu bakar merupakan orang yang paling dekat dengan Rasulullah. Beliau yang menemani Rasulullah menyusuri padang pasir ketika keluar dari Mekah menuju Madinah. Suatu ketika Rasulullah berkhutbah: Sesungguhnya bagi setiap manusia Allah berikan dua pilihan antara hidup di dunia dan melakukan apapun sesuai dengan kehendaknya, lalu memakan apapun yang ia inginkan atau bertemu dengan Tuhannya”.

Mendengar khutbah itu Abu Bakar meneteskan air mata. Salah seorang sahabat lain berkomentar: “Apakah kalian tidak kagum melihat Abu Bakar yang saleh ini, ketika Rasulullah mengatakan dalam khutbahnya bahwa manusia diberi dua pilihan, antara memilih dunia atau memilih bertemu dengan Tuhannya. Abu bakar memilih Tuhannya?”

Beberapa saat kemudian, Abu Bakar mendekati Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, tidak hanya bertemu dengan Allah, saya bahkan akan mendarma baktikan diri dan hartaku untukmu.”

Mendengar perkataan itu, Rasulullah bersabda: “Rasanya tidak ada seorangpun yang lebih amanah dalam persahabatan dan tanggung jawab terhadap hartanya selain Ibnu Abu Quhafah (Abu Bakar). Seandainya aku akan menjadikan seseorang sebagai teman sejati, maka akan aku pilih Ibnu Abu Quhafah.” (HR Tirmidzi dari Abul al-Mua’alla).

Bukan hanya Abu Bakar, yang disebut oleh Rasulullah sebagai temannya yang terbaik. Sahabat Umar pun merupakan sahabat terbaik disisi Rasulullah, sahabat Umar mendapat kehormatan dengan sebutan sebagai orang yang paling ditakuti setan.

Bila Umar datang dari satu arah, maka setan akan lari menuju arah yang lain. Demikian pula sahabat Usman mendapat penghormatan dari Rasulullah dengan gelar “Dzu Nurain” pemilik dua cahaya. Sementara sahabat Ali bin Abi Thalib mendapat kehormatan dengan memposisikan bahwa hubungan Rasulullah dengan Ali bin Abu Thalib ibarat Nabi Musa as dan Harun. Hanya saja Sayidina Ali bukan nabi.

Betapa Istimewanya kedudukan para sahabat disisi Rasulullah, masing-masing mendapat pujian dan penghargaan. Tidak ada satupun diantara para sahabat itu yang tidak istimewa di sisi Rasulullah.

Rasulullah pun terkenal dengan sifatnya sebagai pemaaf. Ketika “Futuh Mekah” (pembebasan Mekah), Kaum Quraisy penduduk Mekah dalam ketakutan. Mereka berpikir saatnya Muhammad dengan para pengikutnya membalaskan dendamnya atas segala tindakan yang dahulu mereka lakukan terhadap Rasulullah dan para pengikutnya.

Ketika Rasulullah bertanya kepada kaum Quraisy yang sudah berada dibawah kekuasaannya: Apa yang kamu inginkan dariku. Dalam ketakuan yang luar biasa meraka menjawab: Kasihanilah kami, bukankah kita masih keluarga dekat. 

Ternyata Rasulullah tidak pernah mengingat masa-masa ketika dianiaya, diperlakukan dengan cara tidak manusiawi. Rasulullah sebagai pemenang justru mengutip  apa yang tercantum dalam Al-Qur’an:

“Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian. Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.(QS.Yusuf: 92). Rasulullah mengampuni dan membebaskan seluruh penduduk Mekah.

Pada suatu hari, seorang arab badawi menarik jubah yang tengah dipakai Rasulullah kemudian ia berkata kepada Rasulullah: Berikan pakaian ini kepadaku. Dengan tersenyum, Rasulullah memberikan jubah itu kepadanya. (Hadist Ibnu Jarir dan Ahmad)

Pelajaran penting yang diajarkan dalam membangun persaudaraan diatara sesama manusia, antara lain dengan cara: memberikan perhatian yang tulus terhadap sesama, selalu memberikan pujian dan penghargaan bagi yang layak menerimanya, dan menjadi pemaaf. Sulitnya mewujudkan persaudaraan diantara kita, boleh jadi karena abainya kita terhadap ketiga hal tersebut. Wallahu’alam bishawab..