Kasus Tuti Tursilawati, Komnas Perempuan Minta Pemerintah Jelaskan Upaya Perlindungan Terhadap TKI
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta kepada pemerintah untuk memberikan penjelasan ke publik terkait upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan untuk membebaskan WNI lain yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.

MONITORDAY.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta kepada pemerintah untuk memberikan penjelasan ke publik terkait upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan untuk membebaskan WNI lain yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.
Hal ini dikatakan mengingat pada (29/10) lalu, ada seorang TKI bernama Tuti Tursilawati di eksekusi mati di Arab Saudi. Hukuman mati yang menimpa buruh migran asal Majalengka ini dilakukan tanpa pemberitahuan apapun pada perwakilan Republik Indonesia.
Komisioner Komnas Perempuan, Taufik Zulbahri mengatakan meminta pengacara yang mendampingi kasus seperti ini harus bisa mengintegrasikan pembelaan yang berperspektif HAM Perempuan.
"Harus melihat jeli kekerasan berbasis gender khususnya kekerasan seksual yang menjadi pemicu terdakwa melakukan perlawanan dengan kekerasan yang akhirnya membawa mereka berhadapan dengan hukum," kata Taufik, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/10).
Apalagi, kata Dia, kasus kekerasan seksual yang menimpa para Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran yang merupakan kasus yang kerap tidak diproses dan dipertimbangkan karena terhalang oleh isu pembuktian dan kesaksian.
"Bekerja sebagai PRT cenderung diposisikan tidak memiliki posisi tawar, dikarenakan adanya relasi kuasa, termasuk sebagai PRT dan warga asing yang tidak memahami bahasa di mana tempat dia bekerja, yang berpotensi menghalangi akses keadilan karena kejahatan berbasis ketubuhan tersebut," terangnya.
Kepada pemerintah Arab Saudi, Komnas Perempuan juga meminta untuk menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia. Menurut Taufik, hak dasar bagi pekerja migran yang berhadapan dengan hukum adalah memberikan notifikasi pada konsuler, hak didampingi pengacara dan penerjemah, termasuk notifikasi rencana pelaksanaan eksekusi, dan lainnya.
Ia menambahkan, pemerintah Arab Saudi harus lebih melindungi PRT Migran Indonesia antara lain dengan memberi ruang bagi konsulat melakukan kunjungan langsung ke rumah majikan dalam upaya perlindungan PRT Migran.
Menurut dia, penerapan sistem Khafalah dilakukan secara absolut, sehingga tidak bisa di intervensi meskipun ada pekerja asing di dalam rumah tangga tersebut, termasuk merentankan PRT Migran akan kekerasan dan menyulitkan akses korban kekerasan terhadap keadilan.
"Kami juga menilai sistem Khafalah di Arab Saudi merupakan hambatan bagi perlindungan TKI di Arab Saudi, di mana majikan cenderung menjadikan pekerja mereka sebagai bagian dari properti mereka dan hak privasi serta keamanan majikan tidak boleh diganggu gugat," paparnya.
Karena itu, Taufik menyerukan kepada seluruh dunia, khususnya Indonesia untuk menghentikan hukuman mati, karena hukuman mati bukan hanya menghukum yang terpi dana tapi juga seluruh keluarga.
"Begitu pun media dan media sosial, untuk turut berempati dengan keluarga Tuti Tursilawati, dengan tidak membuat pemberitaan atau proses mencari berita yang menambah penderitaan keluarga," ungkapnya.