Kambing dan Hujan: Cerita Romeo dan Juliet Versi Muhammadiyah-NU

Kambing dan Hujan: Cerita Romeo dan Juliet Versi Muhammadiyah-NU
Sumber gambar: resensiriri.com

MONITORDAY.COM - Kambing dan Hujan merupakan sebuah novel karangan Mahfud Ikhwan. Novel ini berhasil memenangkan sayembara Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2014. Mahfud Ikhwan alumni Sastra Indonesia UGM berhasil meracik cerita dalam novel tersebut sehingga layak diberi penghargaan. Saat membaca judulnya, saya pikir novel ini berkisah tentang binatang atau alam. Namun tahukah kalian? Novel Kambing dan Hujan bercerita mengenai cinta dua insan yang terhalang perbedaan mazhab. Sang laki-laki dari keluarga Muhammadiyah, sang perempuan dari keluarga NU. 

Kisah ini mengingatkan saya pada roman yang ditulis Shakespeare Romeo dan Juliet. Dimana cinta Romeo dan Juliet mesti terhalang restu dua keluarga yang saling bermusuhan. Pada akhirnya percintaan mereka berakhir sebagai tragedi, keduanya meninggal meminum racun. Untungnya akhir dari novel ini bukanlah tragedi, namun sebuah akhir yang bahagia disertai plot twist yang menarik. Yang menjadi Romeo dan Juliet dalam novel ini adalah Miftahul Abrar dan Nurul Fauzia. 

Miftahul Abrar adalah putra dari Pak Iskandar, tokoh Muhammadiyah di Desa Centong. Sementara Fauziah adalah anak Pak Fauzan tokoh NU dari desa yang sama. Walaupun begitu Pak Iskandar dan Pak Fauzan aktif di dua mesjid yang berbeda. Pak Iskandar aktif di Masjid Utara yang merupakan Masjid dengan praktik amal ibadah Muhammadiyah. Sementara Pak Fauzan aktif di Masjid Selatan yang tetap mempertahankan tradisi amalan ala Nahdliyin. Ternyata kemunculan dua masjid tersebut ada sejarahnya sekitar tahu 60-an. 

Pada awalnya hanya ada Masjid Selatan. Hanya ada satu Masjid di Kampung Centong. Namun muncul gerakan pembaharuan yang dikomandoi oleh Cak Ali. Tokoh pemuda yang mempunyai paham Islam puritan dan modern. Iskandar dan Fauzan adalah teman semasa kecil. Iskandar mengikuti gerakan dan pengajian Cak Ali. Sementara Fauzan dikirim oleh orang tuanya mesantren di Jombang. Keduanya masih tetap berteman. 

Sampai ada beberapa peristiwa yang membuat kaum tua yang salah satunya adalah orang tua Fauzan dan kaum muda yang dimotori oleh Cak Ali bentrok. Pada akhirnya Cak Ali beserta Iskandar membuat musholla sendiri di utara agar lebih leluasa dalam menjalankan amal ibadah sesuai dengan pemahamannya. Masjid Utara pun berdiri dan semakin besar. Fauzan dan Iskandar pun berbeda jalan. Sekembalinya dari pesantren, Fauzan menjadi tokoh muda yang diharapkan oleh kaum tua untuk melawan kaum pembaharu. Sementara Iskandar tetap berada di barisan Cak Ali. 

Miftahul Abror (Mif) putra Pak Iskandar entah bagaimana awalnya jatuh cinta dengan Nurul Fauzia putra Pak Fauzan. Mif dan Fauzia pun menjalin hubungan. Namun mereka sadar, bahwa mereka berdua tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Lantas bagaimanakah usaha mereka dalam memperjuangkan hubungannya? Benarkah perbedaan mazhab adalah penghalang utama hubungan mereka? Apa makna kambing dan hujan yang menjadi judul novel tersebut? Jawaban tersebut akan anda temukan jika membaca novelnya. 

Yang jelas Mahfud Ikhwan mencoba menyampaikan pesan mengenai tidak baiknya fanatisme dan pentingnya ukhuwah Islamiyah walau berbeda mazhab. Anda akan temukan jika membaca novel tersebut sampai tamat.