Jokowi Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PPDB Berbasis Zonasi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi tanggapan terkait adanya beberagai permasalahan terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Masyarakat banyak yang menyatakan keberatan dengan adanya sistem zonasi.

Jokowi Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PPDB Berbasis Zonasi
Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi)  memberi tanggapan terkait adanya beberagai permasalahan terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Masyarakat banyak yang menyatakan keberatan dengan adanya sistem zonasi.

Jokowi meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy agar melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2019.

“Sudah saya perintahkan kepada Menteri untuk dievaluasi karena antara kebijakan dan lapangan itu bisa berbeda gitu,” ujar Jokowi, seperti dilasir laman Setkab (21/6).

Jokowi mengingatkan, bahwa setiap daerah memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itulah, Presiden memerintahkan agar Mendikbud mengevaluasi sistem zonasi dalam PPDB.

Sebelumnya, Mendikbud juga mendapat masukan dari Ombudsman Republik Indonesia tekait pelaksaan PPDB tahun 2019, yang menemukan banyak problem. Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan, pemerintah dalam hal ini kurang gencar mensosialisasikan program dan aturan dalam kebijakan tersebut. 

"Pemerintah kurang gencar sosialisasi aturan PPDB sistem zonasi itu," ujar Suaedy, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (20/6). 

Menurut dia, akibat dari kurangnya sosialisasi, yaitu banyak masyarakat yang salah paham terkait PPDB sistem zonasi. Akibatnya, banyak masalah yang timbul, seperti adanya antrean panjang saat pendaftaran. 

"Ada antrean yang menimbulkan kekisruhan. Hal itu disebabkan kesalahpahaman masyarakat seolah-olah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah diterima," ujarnya. 

"Pendaftaran seharusnya telah dilakukan melalui sistem daring dan telah diatur zonasinya. Sementara berkas calon siswa dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data, bukan untuk pendaftaran siapa yang duluan," lanjut dia. 

Selain soal kurangnya sosialisasi, menurut Suaedy, mentalitas masyarakat dalam memilih sekolah favorit masih sangat kuat, sehingga pemerintah secara keseluruhan khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerja sama dalam memberikan pengertian pada masyarakat.

Ia mengatakan, mentalitas favoritsme itu disebabkan karena kurangnya penyebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh Indonesia, sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan anaknya. 

Karena itu, pemerintah disarankan agar segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan. 

"Pemerintah pusat juga secara keseluruhan, perlu bekerja sama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan," sambung dia.