Industri Jamu Naik Kelas

Baik dari sisi kesehatan, maupun urusan jualan (ekonomi), jamu memberi banyak harapan dan kesempatan seseorang meraih cuan. Jamu juga soal gaya hidup dan kebiasaan.

Industri Jamu Naik Kelas
Ilustrasi foto/Opang G.

JAMU sebetulnya tak melulu soal pahit dan tradisional. Tapi juga soal kesehatan, pengobatan, kebugaran dan kecantikan. Apalagi di masa pandemi Covid-19, jamu menjadi andalan sebagai pendamping pengobatan medis.

Peranan jamu empon-empon melawan covid-19 menjadi stimulus produk jamu tanah air mencapai level tingkat dunia.

Baik dari sisi kesehatan, maupun urusan jualan (ekonomi), jamu memberi banyak harapan dan kesempatan seseorang meraih cuan. Jamu juga soal gaya hidup dan kebiasaan.

Selasa pagi di penghujung Juni 2020, diskusi ‘Kopi Pahit’ amat santai kami helat. Temanya, Ngejamu: New Style dan New Normal. Udara pagi yang masih menyisakan gigit dingin jadi menghangat.

Turut hadir dalam diskusi Kopi Pahit, Ida Kusuma Anjani (Direktur Inovasi dan Pengembangan PT Mustika Ratu). Muda, energik dan punya racikan bisnis yang ciamik.

Juga ada Mbak Ariel Dwi Puspitawati (Apoteker di UMKM Jamu Herbalindo), usianya juga masih muda namun memiliki segudang cerita dan tradisi warisan orangtua. Mbak Ariel, tahu betul jamu model apa yang bisa disajikan bagi kalangan milenial.

Diskusi kian menarik, ketika Mas Hera Wijaya (CEO Bongsang), pengusaha yang berhasil menyulap bonggol pisang menjadi kripik dan minuman berkhasiat. Begitu menginspirasi dan membuat saya yakin bahwa Ngejamu di era New Normal adalah New Style!

Bicara soal potensi, tentu jamu nasional jangan ditanya. Menyitir data Kemenperin, ada sekitar 30.000 varietas jamu/herbal di Indonesia. Ketiga puluh ribu varietas itu lantas dimanfaatkan oleh sekira 1.200 pelaku industri jamu. Hasilnya, di tahun 2019, industri jamu dan obat tradisional tumbuh di atas 6% pada 2019. Angka ini, tentu akan lebih tinggi lagi mengingat meningkatnya permintaan jamu dan obat tradisional di masa Covid-19.

Hanya saja, yang patut disayangkan adalah 60 persen bahan baku untuk jamu dan obat tradisional kita selama ini 60 persennya didatangkan dari Tiongkok, sementara 30 persennya dari India. Praktis, industri jamu dan obat tradisional nasional kita hanya menyerap 10 persen bahan baku lokal.

Ada banyak cara agar produk jamu, herbal dapat mendunia dan menjadi new style. Pertama dan utama tentu saja menentukan jenis jamu, obat herbal terstandar. Di masa pandemi, saya termasuk orang yang percaya dan menyaksikannya sendiri, bahwa covid-19 bisa disembuhkan oleh produk jamu lokal kita. Meski tentu dengan kondisi tertentu.

Di sejumlah negara, dengan tradisi pengobatan tradisional yang kuat seperti China dan Korea. Warganya sangat percaya dengan tim medis dalam penanganan kasus virus corona. Obat herbal digunakan sebagai pendamping pengobatan medis.

Begitu semestinya di Indonesia, bangun kepercayaan sekaligus kapasitas untuk mengembangkan pengobatan tradisional berbasis herbal atau jamu. Sehingga jamu pun tak sekadar menjadi kebutuhan, tapi juga kebiasaan baru, seperti halnya kopi.

Riset dan rangkaian uji klinis juga penting dilakukan. Agar produk herbal tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, memperkuat imunitas tubuh, agar tetap produktif di saat new normal.

Kajian literatur juga dapat dilakukan terhadap produk herbal unggulan yang memiliki efektivitas, keamanan, dan memiliki nilai konten lokal serta ketersediaan bahan baku.

Last, yang tak kalah penting semua potensi pemangku kepentingan industri jamu harus berjalan secara sinergis. Ini dilakukan untuk meningkatkan riset, infrastruktur riset, dan memperluas jaringan industri jamu.

Dalam hal ini pemerintah, pelaku usaha, akademisi/lembaga riset, masyarakat, dan media diharapkan bisa bergandengan tangan memajukan industri jamu nasional. Agar jamu tak sekadar jadi tradisi dan warisan, namun juga menjadi new style yang menghasilkan cuan.