ICW Imbau Masyarakat Kawal Revisi UU KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajak masyarakat untuk terus mengawal isu Revisi Undang-undang KPK. Hal ini dikarenakan poin-poin dalam Revisi UU tersebut dinilai akan melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.

MONITORDAY.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajak masyarakat untuk terus mengawal isu Revisi Undang-undang KPK. Hal ini dikarenakan poin-poin dalam Revisi UU tersebut dinilai akan melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
"ICW mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal isu revisi UU KPK dan melawan berbagai pelemahan pemberantasan korupsi," demikian dituliskan ICW, Senin (16/9).
ICW menilai, revisi UU yang telah disepakati pembahasannya oleh Presiden dan DPR itu syarat adanya konflik kepentingan. ICW mencatat adanya dugaan konflik kepentingan dalam pembahasan dan pengesahan dalam sidang paripurna DPR.
Pertama, ICW menyebut, revisi UU KPK merupakan jurus lama anggota dewan. Pasalnya, keinginan untuk mengubah aturan itu sudah terjadi sejak 2010. Perubahan yang selama ini beredar praktis tidak banyak perubahan, narasi penguatan KPK seakan hanya omong kosong.
"Mulai dari penyadapan atas izin ketua pengadilan, pembatasan usia KPK, kewenangan SP3, sampai pembentukan Dewan Pengawas," tulis ICW.
Kedua, ICW menyebut, mayoritas perkara yang ditangani KPK melibatkan aktor politik.Dalam catatan KPK dari rentang waktu 2003-2018 setidaknya 885 orang yang telah diproses hukum. Dari jumlah itu, 60 persen lebih atau 539 orang berasal dari dimensi politik.
Ketiga, anggota DPR periode 2014-2019 banyak terlibat kasus korupsi. Dalam catatan ICW, sepanjang lima tahun terakhir setidaknya 23 anggota DPR RI masa bakti 2014-2019 telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Bahkan Ketua DPR RI, Setya Novanto, bersama Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniwan, pun tak luput dari jerat hukum KPK.
Keempat, hampir seluruh partai politik di DPR periode 2014-2019 sudah pernah terjaring KPK. Dalam catatan ICW, 23 anggota DPR RI masa bakti 2014-2019 telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keseluruhan anggota DPR tersebut pun berasal dari ragam partai politik.
"Rinciannya, Partai Golkar 8 orang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 3 orang, Partai Amanat Nasional 3 orang, Partai Demokrat 3 orang, Partai Hanura 2 orang, Partai Kebangkitan Bangsa 1 orang. Kemudian Partai Persatuan Pembangunan 1 orang, Partai Nasdem 1 orang dan Partai Keadilan Sejahtera 1 orang," tulis ICW.
Kemudian yang terakhir, ICW mencatat perkara yang sedang ditangani komisi itu banyak melibatkan anggota DPR. Contohnya, dalam dakwaan jaksa untuk dua terdakwa kasus KTP-elektronik, yaitu Irman dan Sugiharto, menyebutkan puluhan politisi DPR diduga turut serta menerima aliran dana dari proyek merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Atas beberapa poin tersebut, ICW menuntut agar, DPR segera menghentikan pembahasan revisi UU KPK. Di mana akan jauh lebih bijaksana jika DPR memfokuskan kerja pada regulasi penguatan pemberantasan korupsi.
"Seperti revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, rancangan UU Perampasan Aset, dan rancangan UU Pembatasan Transaksi Uang Tunai," tulis ICW.