HNW Sebut Kemenag Tak Pernah Sampaikan Program 'Sertifikat Penceramah' ke DPR
Program sertifikat penceramah sebaiknya dihentikan dan tidak dilanjutkan, agar tidak melanjutkan keresahan umat.

MONITORDAY.COM - Anggota Komisi VIII DPR RI F- PKS, Hidayat Nur Wahid
mengkritisi pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang mengatakan bahwa program sertifikasi dai/penceramah bersertifikat sudah dikerjasamakan dengan MUI, BNPT, BPIP, dan lembaga terkait lainnya.
Menurutnya, hal itu sangat aneh sebab tak pernah sedikitpun program tersebut disosialisasikan sebelumnya dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI.
"Tetapi anehnya program itu malah tidak pernah dimajukan oleh Kementerian Agama kepada mitra kerja konstitusionalnya yaitu kepada DPR sebagai program kerja Kemenag, apalagi sebagai program prioritas Kemenag di tahun 2020, dan karenanya DPR/komisi VIII tidak pernah memberikan persetujuannya," tegas Wakil Ketua MPR ini dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (09/09/20).
Hidayat kemudian mempersoalkan apa yang disampaikan Menag Fachrul dalam Raker bersama Komisi VIII DPR RI yang berlangsung kemarin.
Menag Fachrul menyampaikan bahwa para Penceramah/Da’i tidak harus bersertifikat. Bahkan Dirjen Bimas Islam juga menyampaikan bahwa program tersebut sukarela, karenanya tidak ada sanksi apa pun.
"Maka bila demikian, menjadi aneh jika Kemenag ngotot mengerjakan program dengan kualifikasi seperti itu, seolah-olah malah jadi kewajiban, apalagi dengan mengatakan sudah didukung oleh MUI. Sebab faktanya MUI justru melalui surat resmi yang ditandatangani oleh Sekretaris Umum dan Waketum MUI secara tegas dan terbuka menolak program itu," ungkap Hidayat.
Tak Hanya MUI, lanjut Hidayat, penolakan secara terbuka juga disampaikan oleh PP Muhammadiyah.
"Dengan fakta-fakta itu, maka mestinya program ini dihentikan saja dan tidak dilanjutkan, agar tidak melanjutkan keresahan Umat dan hal yang potensial memecah belah di antara Umat," ujar Hidayat.
Menurutnya, Kemenag seharusnya menyuarakan tentang pentingnya keselamatan Umat, Bangsa dan Negara dari segala bentuk radikalisme dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUDNRI 1945, yang bisa menghancurkan moral, Agama dan NKRI.
"Bukan hanya menyasar ke Masjid, Hafidh, good looking, bisa Bahasa Arab, dan bahwa ASN harus steril dari ideologi Agama tertentu. Hal-hal tersebut konotasi dan kaitannya mudah dipahami bahwa itu semua tertuju pada komunitas Umat Islam," tandas Hidayat.