Genjot Ekspor Melalui Sharing Factory dan Konsolidasi Brand UKM
Tantangannya adalah bagaimana UKM dapat menggenjot ekspor. Tentu saja dengan tetap tak boleh lengah dalam penguasaan pasar domestik. Survei OECD 2018 menunjukkan daya saing terkait kualitas dan standard produk Indonesia masih di peringkat 4 untuk kawasan Asia Tenggara. Sumbangan UMKM terhadap ekspor baru mencapai 14,5 persen atau lebih rendah dibanding UMKM di Thailand, Vietnam maupun Korea.

MONITORDAY.COM – Besarnya pasar dalam negeri dan tantangan gejolak ekonomi dunia semakin menegaskan pentingnya posisi UKM. Peran UKM dalam perekonomian nasional tak diragukan lagi. UKM Indonesia memberikan kontribusi pada PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 60 persen. Tak hanya memenuhi kebutuhan barang dan jasa, UKM juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.
Tantangannya adalah bagaimana UKM dapat menggenjot ekspor. Tentu saja dengan tetap tak boleh lengah dalam penguasaan pasar domestik. Survei OECD 2018 menunjukkan daya saing terkait kualitas dan standard produk Indonesia masih di peringkat 4 untuk kawasan Asia Tenggara. Sumbangan UMKM terhadap ekspor baru mencapai 14,5 persen atau lebih rendah dibanding UMKM di Thailand, Vietnam maupun Korea.
Menkop dan UKM Teten Masduki dalam beberapa kesempatan menegaskan strategi yang akan dilakukan untuk mengoptimalkan peran UKM khususnya dalam meningkatkan daya saingnya di pasar internasional. Dengan kata lain lebih kuat lagi dalam nilai dan kinerja ekspornya sehingga mampu mengejar negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.
Paparan Menkop dan UKM tersebut memperjelas beberapa agenda penting yang akan dilakukan untuk menggenjot ekspor.
Pertama, Fokus untuk meningkatkan ekspor adalah perusahaan menengah. Perusahaan yang diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan lompatan teknologi. Beralih dari teknologi sederhana menjadi teknologi maju sehingga bisa mendapatkan sertifikasi kelas dunia.
Kedua, Pembangunan UMKM diarahkan pada sentra-sentra produksi sehingga bisa dilakukan penataan dan pembinaan dalam satu tempat.
Ketiga, Sharing factory atau rumah produksi bersama, yang akan menjawab masalah perbaikan standard produk. Contohnya, di industri kayu, karena tak punya alat modern, maka mutu kayu yang dihasilkan menjadi kurang bagus
Model rumah produksi bersama untuk sentra industri makanan, yaitu di Payakumbuh Sumbar, yang bahkan sudah mampu mengekspor bumbu rendang ke Arab Saudi untuk jamaah haji asal Indonesia. Dengan sharing factory ini, juga menjawab masalah perijinan dan legalitas dari BPOM maupun MUI
Ide tentang rumah produkai bersama ini, bukan hanya bertujuan meningkatkan daya saing UMKM. Namun juga bisa menjadi wadah konsolidasi lintas sektoral, pasalnya yang mengurus UMKM setidaknya ada 18 K/L.
Sharing factory juga menjawab masalah kapasitas produksi UMKM yang biasanya tidak mampu melayani permintaan dalam jumlah besar dan supply yang teratur.
Terlalu banyak merek untuk produk UMKM sejenis. Produknya bisa diringkas dalam satu atau dua brand saja sehingga kapasitas produksinya besar, dan persaingan antar UMKM tidak terlalu keras. Misal konsolidasi brand bakpia pathok.