Fakta Seputar Peristiwa Sumpah Pemuda

Fakta Seputar Peristiwa Sumpah Pemuda
Peserta Kongres Pemuda II Tahun 1928.

SUMPAH pemuda lahir dari keresahan kaum muda di masa itu atas penindasan yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Melalui wadah organisasi kedaerahan, mereka melakukan perlawanan sedemikian rupa agar rakyat terbebas dari penderitaan. Namun karena masih terikat pada kepentingan daerah dan suku masing-masing, maka para ketua organisasi itu kemudian menggelar Kongres Pemuda I dan II yang di dalamnya terdapat komitmen sumpah pemuda.

B Sularto, dalam buku berjudul Dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama ke Sumpah Pemuda, mengungkapkan bahwa Kongres Pemuda digagas melalui dukungan dari para pelajar dan mahasiswa Indonesia di negeri belanda, yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia.

Pada tahun 1925, organisasi yang pernah diketuai oleh Dr. Sutomo itu, membuat sebuah majalah bernama “Indonesia merdeka”. Majalah itu dikirim ke tanah air terutama ke alamat organisasi pemuda kedaerahan pada masa itu. Antara lain Jong Java, Jong Ambon, jong Batak, Jong Celebes, Sekar rukun, pemuda Indonesia, pemuda kaum Betawi, dan Perhimpunan pelajar pelajar Indonesia.

Rupanya Majalah Indonesia merdeka kemudian mendorong semangat para pemuda pemuda itu untuk merintis persatuan nasional, dan semakin membulatkan tekad mereka untuk bersama-sama mewujudkan kemerdekaan.

Supratman dan Yamin di Kongres Pemuda I

Kores pemuda pertama dilaksanakan pada 30 April sampai dengan 2 Mei 1926. Kongres yang diketuai oleh Muhammad Tabrani ini, dihadiri oleh sekitar 100 orang perwakilan dari organisasi organisasi kepemudaan daerah. Selain itu hadir juga pemimpin kepolisian Batavia untuk mengawasi jalannya kongres, serta hadir pula tiga wartawan termasuk di dalamnya Wage Rudolf Supratman.

Pada saat itu, Supratman wartawan surat kabar Sin Po, yakni surat kabar berbahasa Melayu milik orang keturunan Cina. Sebelumnya, ia telah bertemu dengan Tabrani, selaku ketua panitia kongres dan menawarkan bahwa ia akan meliput seluruh kegiatan kongres dan juga mengajak beberapa orang wartawan dari surat kabar Hindia baru.

Tawaran itu disambut baik oleh panitia Kongres dan Supratman berkomitmen untuk meliput berlangsungnya kongres dari awal hingg akhir.

Pelaksanaan kongres diisi dengan pidato-pidato dari para perwakilan pemuda. Pidato-pidato itu menyoroti terkait tiga hal: pertama, tentang persatuan Indonesia; kedua, tentang kedudukan dan peranan wanita dalam masyarakat; ketiga, tentang peranan agama dalam Gerakan persatuan bangsa Indonesia.

Selain itu, kongres pemuda pertama juga berusaha merintis adanya Bahasa persatuan, karena Bahasa dinilai sebagai alat pemarsatu bangsa. Yang bertugas menguraikan tentang Bahasa persatuan adalah Muhammad Yamin. Dengan Wawasan yang luas terkait sejarah, Bahasa, dan kesusastraan Nusantara, ia berhasil memikat perhatian para peserta kongres melalui gagasannya.

Dalam pidatonya, Yamin berpandangan bahwa Bahasa Melayu lambat-laun akan menjadi Bahasa pergaulan dan Bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia. Meski ada beberapa peserta kongres yang tidak setuju dengan pandangan ini, namun secara mayoritas peserta sependapat bahwa Bahasa Melayu sangat mungkin dijadikan sebagai Bahasa persatuan Indonesia.

Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Melayu

Pada 2 Mei 1926, setelah para perwakilan organisasi pemuda memberikan pidato, Panitia kongres mengadakan sidang perumus untuk membuat naskan putusan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Pada saat itu, empat tokoh dipilih sebagai perumus, yakni M Tabrani, Sanusi Pane, Jamaludin dan Muhammad Yamin.

Masih menurut B. Sularto, sidang panitia perumus itu dilakukan secara tertutup. Yamin yang diberi tugas menulis rumusannya menjabarkan naskah yang telah Ia buat. Isinya adalah sebagaimana isi naskah sumpah pemuda yang kita kenal saat ini, kecuali Bahasa yang dijunjung adalah Bahasa Melayu. Jadi, Bertumpah darah Indonesia, berbangsa Indonesia, dan Berbahasa Melayu.

Dalam siding tertutup itu, M. Tabrani menyatakan setuju dengan Yamin, untuk rumusan di kalimat satu dan dua, namun untuk Bahasa, dia bertekad mengusulkan bahasa Indonesia.

Atas hal ini, Yamin lantas menampiknya, dan memberi penegasan bahwa Bahasa Melayu memiliki akar sejarah yang Panjang dalam perjalanan masyarakat Indonesia, lagipula Bahasa Indonesia sendiri belum ada pada masa itu.

Sementara itu, Sanusi Pane dalam sidang tersebut dengan tegas menyatakan setuju dengan pernyataan Tabrani tentang Bahasa Indonesia. Dia menegaskan bahwa tidak pas jika dua kalimat sebelumnya menggunakan kata Indonesia, sementara Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Melayu.

Menurut Pane, Justru ini menjadi momentum bagi Kongres pemuda pertama untuk melahirkan Bahasa Indonesia. Pernyataan Pane ini lantas membuat kesal Yamin dan jamaludin yang setuju dengan Bahasa Melayu.

Diskusi mengenai Bahasa ini berlangsung alot, namun berkahir dengan pertimbangan Yamin untuk mencantumkan Bahasa Indonesia.

Kongres pertama berakhir dengan rumusan naskah putusan yang belum diumumkan. Namun pada penutupan kongres telah disepakati oleh peserta untuk menggelar kembali kongres serupa sebagai kebulatan tekad angkatan muda dalam merintis persatuan nasional.

Kongres Pemuda II Hampir Batal

Pada Juni 1928, sebanyak delapan organisasi kepemudaan berhasil dihimpun atas prakarsa Sugondo Joyopuspito. Berhimpunnya organisasi kepemudaan ini kemudian menginginkan kongres pemuda Indonesia kembali digelar.

Berbagai hal dipersiapkan oleh panitia agar kongres dapat digelar. Ketua Panitia kongres saat itu ialah Sugondo Joyopuspito sendiri selaku perwakilan dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia.

Mulai dari konsep acara, tema-tema pidato yang akan disampaikan saat kongres, hingga tanggal pelaksanaanya dibicarakan dalam rapat panitia. Dalam rapat itu, panitia menyepakati pelaksanaan Kongres Pemuda Kedua digelar pada tanggal 27 sampai dengan 28 Oktober 1928.

Seluruh konsep acara yang sudah matang, ternyata terganjal oleh izin dari pemerintah belanda. Permohonan izin yang diajukan oleh panitia ternyata ditolak lantaran dalam rangkaian acara terdapat pawai pandu Indonesia.

Belanda menganggap, Pawai Pandu menjadi sebuah bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial.

Di samping itu, Belanda juga tidak mau kecolongan yang kedua kalinya, setelah pada kongres pertama kepolisian Belanda memberi izin, ternyata kongres itu berisi ajakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia.

Atas hal ini, Kepolisian belanda menolak sama sekali permohonan izin yang diajukan oleh panitia kongres.

Di saat para pemuda mulai pesimis Kongres kedua akan batal digelar. Salah satu penasihat Kongres, Sunario mengusulkan agar permohonan izin diajukan ke pembesar pemerintah Hindia Belanda. tujuannya, agar para pembesar tersebut memerintahkan kepada kepolisian untuk memberikan izin kongres.

Permohonan diajukan oleh Sunario Sendiri, dan didampingi rekan dari Dewan Penasihat lainnya, yakni Arnold Mononutu. Keduanya menghadap pembesar belanda dan menyampaikan itikadnya untuk menyelenggarkan kongres pemuda kedua.

Setalah melakukan perbincangan, alhasil pemerintah Hindia Belanda memberikan izin pelaksanaan kongres, namun tanpa adanya acara pawai Pandu Indonesia. Panitia Kongres bersuka cita mendengar kabar ini, karena Kongres Pemuda kedua yang nyaris batal, akhirnya dapat digelar.

Penegasan Sumpah Pemuda pada Tengah Malam

Pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua Tahun 1928 berjalan lancar sesuai dengan rencana. Pada hari pertama dan kedua, Kongres diisi dengan pidato-pidato dari perwakilan organisasi pemuda serta tanggapan-tangapan dari para peserta. Tema Pidato yang menjadi fokus utama Kongres antara lain tentang Pendidikan dan Kebangsaan Indonesia.

Pada malam hari tanggal 28 Oktober 1928, para peserta berkumpul di arena Kongres yang pada saat itu menggunakan Gedung Langen Siswa. Ruangan penuh dengan orang-orang yang turut ikut menyaksikan pembacaan rumusan Kongres.

Muhammad Yamin yang merupakan Sekretaris panitia kongres, menyodorkan kertas berisi tiga kalimat yang telah Ia susun pada kongres pemuda pertama pada tahun 1926, Namun di teks itu telah menggunakan Bahasa persatuan Bahasa Indonesia, tidak lagi Melayu.

Kertas itu diserahkan Yamin kepada Sugondo Joyopuspito selaku Ketua Panita. Setelah membacanya dengan seksama, Sugondo menganggukkan kepala, menandakan Ia setuju dengan usulan Yamin. Kertas itu kemudian diserahkan kepada tujuh orang panitia kongres yang lain, dan mereka pun menyetujuinya.

Setelah dilakukan perundingan, Pembacaan putusan kongres dilakukan hampir tengah malam di hari itu. Sugondo mengetukkan palu sidang beberapa kali untuk memberi tanda bahwa putusan Kongres akan segera dibacakan.

Muhammad Yamin meminta waktu sejenak untuk memberikan penjelasan mengenai latar belakang rumusan Kongres yang akan dibacakan. Yamin menegaskan bahwa rumusan itu merupakan cerminan kebulatan tekad bangsa Indonesia, dan akan menjadi dasar persatuan nasional.

Setelah itu, Sugondo dengan lantang membacakan putusan sidang. Peserta mendengarnya dengan seksama, dan lantas serempak menyatakan setuju setelah putusan selesai dibacakan.

Nah, dalam putusan sidang itulah, tercantum tiga kalimat yang saat ini kita kenal dengan Sumpah Pemuda. Yakni, Mengaku bertumpah darah satu, berbangsa bangsa satu, dan berbahasa satu, INDONESIA.