Endang Tirtana (IWD): 3 Strategi Hadapi Ancaman Krisis

Endang Tirtana (IWD): 3 Strategi Hadapi Ancaman Krisis
Endang Tirtana - Indonesia Watch for Democracy/ ist

MONITORDAY.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bakal adanya ancaman besar bagi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Ancaman tersebut mulai dari ketidakpastian harga hingga krisis utang.

Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy (IWD) Endang Tirtana mengatakan bahwa pemerintah harus memiliki strategi yang cepat dan tepat. “Setidaknya ada tiga hal yang dapat dipersiapkan agar Indonesia terhindar dari krisis,” kata Endang di Jakarta, Senin (22/3).

Pertama adalah permasalahan pangan. Selama ini pemerintah selalu membahas permasalahan pangan hanya di hilir, tidak lagi membicarakan bagaimana Indonesia dapat melakukan swasembada pangan. Tidak ada pembahasan soal impor beras, gula, garam, kedelai dan kebutuhan lainnya.

"Kita sekarang harus segera memulai membahas bagaimana masalah pangan ini harus selesai,” ungkap Endang. Ketika urusan pangan teratasi, diharapkan Indonesia tidak ada terdampak parah kalaupun terjadi krisis. Untuk itu perlu mengembalikan program swasembada pangan, lanjut Endang.

Langkah tersebut, menurut Endang, bisa dimulai dari rencana Menteri BUMN Erick Thohir untuk membangun holding BUMN pangan. Agenda tersebut bertujuan untuk mewujudkan rencana pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional.

"Dengan adanya holding pangan ini, maka kebutuhan per-kabupaten dapat terdata, sehingga nantinya kebutuhan pokok tersebut harus dapat disiapkan oleh masing-masing daerah, atau menggunakan BUMN sebagai jembatan pemenuhan defisit," ujar Endang.

Langkah kedua adalah pemberdayaan UMKM. Endang menerangkan, UMKM telah terbukti pernah menyelamatkan ekonomi di Indonesia pada krisis 1998 dan 2008. Sayangnya, upaya pemerintah pusat untuk memberikan insentif maupun program bagi UMKM seperti bertepuk sebelah tangan.

"Upaya pemerintah pusat seperti tidak bersambut oleh pemerintah daerah,” kritik Endang. Bagi Pemda, UMKM mungkin tidak menjadi perhatian utama. Untuk itu perlu ada sinergitas agar rencana menaik kelaskan UMKM dapat terwujud, tandas Endang.

Salah satu program untuk mendukung UMKM adalah Rumah BUMN, yang diharapkan dapat mendorong UMKM mengekspor produk-produknya sehingga bisa mendunia. Program ini memberi manfaat berupa akses peningkatan kompetensi, pemanfaatan teknologi digital, dan permodalan.

UMKM yang kuat akan memberikan kekebalan terhadap krisis. Dan ini tidak cukup hanya dari pemerintah pusat, daerah harus ikut andil agar upaya pencegahan krisis dapat berjalan. “Mau bagaimana pun pemegang data dan yang terdekat dengan UMKM itu Pemda," jelas Endang.

Terakhir adalah meningkatkan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Tidak dapat dipungkiri, energi telah menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakat Indonesia. Endang melihat, sudah waktunya Indonesia mengakselerasi pengembangan EBT.

"Seperti yang diinginkan Bapak Jokowi, Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap tenaga fosil, maka pengembangan EBT harus dikebut, tapi jangan hanya sekadar wacana,” kata Endang. Harus ada regulasi dan intensif yang jelas bagi para pengembang EBT, tambah Endang.

Endang menyakini, dengan tiga strategi tersebut Indonesia akan lebih siap menghadapi krisis yang mungkin akan menyerang. Sebelumnya, Sri Mulyani menerangkan semua ancaman tersebut adalah risiko yang akan dihadapi dunia seperti dirilis oleh World Economic Forum (WEF). 

Menurut Sri Mulyani, risiko yang akan dihadapi negara-negara di dunia berlangsung dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Dalam jangka pendek mulai dari asset bubble, price instability, commodity shock dan debt crisis serta risiko geopolitik.

Hal tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam pelantikan jajaran eselon I terbaru di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (12/3). Risiko-risiko tersebut merupakan konsekuensi dalam menghadapi dampak dari pandemi Covid-19. 

Pada masa sulit ini yang pasti sangat terlihat adalah penambahan utang di hampir semua negara. Setiap kebijakan ada manfaat, tapi ada konsekuensinya dari APBN, fiskal, dan lembaga lain dalam menangani Covid-19.

Sedangkan untuk ancaman risiko di jangka menengah yakni 5-10 tahun ke depan, ada krisis perubahan iklim. Saat ini dalam berbagai forum internasional selalu dibahas mengenai kebijakan untuk memitigasinya.

Krisis perubahan iklim juga perlu diwaspadai dan munculnya digital power concentration dan cyber security failure. Perihal ancaman krisis ini disampaikan Sri Mulyani agar jajaran pengambil kebijakan dapat melihat, mewaspadai dan merespons dinamika terkait berbagai risiko tersebut. (*