Dukung Merdeka Belajar, Politisi PDIP Harap Pendidikan Semakin Indonesia - Sentris
Terciptanya individu-individu yang berkualitas, maka menciptakan kolektifitas untuk kemajuan Bangsa Indonesia itu sendiri melalui fokus pendidikan yang “Indonesia-Sentris”.

MONITORDAY.COM – Munculnya Kebijakan Merdeka Belajar oleh Mendikbud Nadiem Makarim menuai banyak tanggapan, tak terkecuali dari Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, Andreas Periera.
Menurutnya seseorang dapat mencapai puncak karirnya, ditentukan melalui pendidikan yang ia tempuh. Andreas mengistilahkan dengan ‘strata sosial’ yaitu seseorang yang berada di strata sosial bawah, dapat berproses hingga mencapai strata sosial atas apabila pendidikan yang ia tempuh memadai dan cukup.
“Kalau kita bicara soal pendidikan, saya melihat bahwa pendidikan itu adalah instrumen utama untuk terciptanya keadilan sosial. Jadi kalau kita melihat perubahan seorang anak manusia, dari yang biasa-biasa saja atau dari strata sosial yang paling bawah, dia bisa berubah, loncat strata sosialnya karena pendidikan, pendidikan yang mengubahnya,” ujarnya, saat ditemui di Kompleks Gedung MPR-DPR RI, Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Politisi PDIP ini menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia saat ini butuh terobosan-terobasan untuk menciptakan kemajuan bangsa. Dimulai dari pembangunan individu-individu manusianya. Terciptanya individu-individu yang berkualitas, maka menciptakan kolektifitas untuk kemajuan Bangsa Indonesia itu sendiri melalui fokus pendidikan yang “Indonesia-Sentris” yang artinya bahwa peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya terfokus di daerah tertentu saja, tetapi merata ke seluruh Indonesia.
Menurutnya saat ini pendidikan di Indonesia fokusnya masih “Jawa-Sentris”. Kalau berbicara soal di perguruan tinggi, universitas-universitas di Indonesia yang berkualitas masih banyak di Pulau Jawa, meskipun ada beberapa di Sumatera dan Sulawesi, selebihnya itu masih jauh tertinggal dengan universitas-universitas yang ada di Pulau Jawa.
“Sehingga konsep berpikir dan sudah dilaksanakan oleh Pak Jokowi di bidang pembangunan itu adalah ‘Indonesia-Sentris’, ini juga harus diterapkan di dalam dunia pendidikan. Pendidikan ini juga harus ‘Indonesia-Sentris’, harus keluar dari pola pikir ‘Jawa-Sentris’-nya,” jelasnya.
Tiga hal yang menurutnya harus dilakukan pemerataan dan menjadi komponen-komponen penting pendidikan, yaitu metode (kurikulum), infrastruktur (alat/sarana), dan pendidik (guru/dosen). Kalau berbicara pendidikan di Dapilnya di NTT, ketiga komponen tersebut masih tertinggal. Dijelaskannya bahwa dirinya dan tokoh-tokoh lainnya yang sedaerah, dapat mencapai karirnya saat ini, yaitu karena didukung oleh semangat belajar yang tinggi, yang ditunjukkan oleh anak-anak di sana dan ditambah lagi dengan ajaran-ajaran baik atau pelayanan dari sisi spiritualnya, yaitu dari gereja-gereja yang ada di sana.
Artinya bahwa, ini perlu menjadi fokus pemerintah melalui pemenuhan komponen-komponen pendidikan tersebut, supaya terciptanya percepatan dan pemerataan pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah tertinggal seperti di Dapilnya yaitu NTT. Andreas memberikan contoh terkait kebijakan pembayaran SPP yang dapat dibayarkan dengan aplikasi Go-Pay. Hal ini akan sulit diterapkan, karena mereka belum sampai pada tahap itu. Tentang teknologi-teknologi saat ini, mereka masih hanya melihatnya melalui gambar-gambar.
Andreas paham dan mendukung penuh Kebijakan Merdeka Belajar ini. Dirinya berharap bahwa kebijakan ini dapat berjalan dengan baik.
Dimulai dari pusat, yaitu Kemendikbud, dan dapat ditularkan semangat kebijakan ini hingga ke yang paling bawah. Menurutnya juga yang terpenting yaitu jangan sampai salah tafsir terkait kebijakan ini. Merdeka yang dimaksud bukan berarti bertindak semaunya atau sebebasnya, tetapi dalam konteks yang masih ada pembatasnya, karena perguruan tinggi atau universitas memiliki otoritasnya dalam hal mencapai visi dan misinya yang sesuai dengan tujuan dari Merdeka Belajar itu sendiri.