Dipandang Punya Nilai Budaya yang Tinggi, Kemendikbud Restorasi Film 'Kereta Api Terakhir'

Kereta Api Terakhir adalah film Keempat yang direstorasi Kemendikbud.

Dipandang Punya Nilai Budaya yang Tinggi, Kemendikbud Restorasi Film 'Kereta Api Terakhir'
Peluncuran dan pemutaran film hasil restorasi "Kereta Api Terakhir" di bioskop CGV, FX Mal, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (18/12/19).

MONITORDAY.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) kembali berhasil merestorasi film lawas nasional berjudul "Kereta Api Terakhir".

Kepala Pusbangfilm Kemdikbud, Maman Wijaya  mengatakan, bahwa film produksi Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1981 ini menjadi film keempat yang berhasil direstorasi oleh Kemendikbud.

Sebelum "Kereta Api Terakhir", Pusbangfilm Kemendikbud telah merestorasi film "Darah dan Doa" (1950) pada tahun 2013; "Pagar Kawat Berduri" (1961) pada tahun 2017, dan; "Bintang Ketjil" (1963) pada tahun 2018.

"Ketika sudah direstorasi, keinginan Kemendikbud adalah agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Maman yang mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan pada peluncuran dan pemutaran film hasil restorasi "Kereta Api Terakhir" di bioskop CGV, FX Mal, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (18/12/19).

Lebih lanjut Maman menjelaskan, bahwa pihaknya telah memetakan film-film yang akan direstorasi oleh Pemerintah, dengan memprioritaskan film-film yang masuk kategori sudah mengalami kerusakan parah, dan film tersebut dipandang memiliki nilai budaya tinggi.

"Film "Kereta Api Terakhir" terpilih untuk direstorasi karena mengisahkan mengenai perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945--1947 dan merupakan salah satu film kolosal produksi dalam negeri yang melibatkan 15.000 pemain. Selain itu, kondisi copy film ini juga tergolong mendesak untuk segera diselamatkan," ujarnya.

Ia kemudian menginformasikan bahwa Pusbangfilm Kemendikbud melayani peminjaman film yang telah direstorasi untuk komunitas masyarakat sebagai fasilitasi belajar perfilman maupun digunakan sebagai media pembelajaran.

"Siapapun yang memerlukan, asal tidak komersial," kata Maman Wijaya.