DEN : Declining Rate Migas Cukup Besar

DEN : Declining Rate Migas Cukup Besar
instalasi pengeboran migas/ net

MONITORDAY.COM - Disamping pangan, energi adalah kebutuhan azasi. Energi dapat menjadi berkah sekaligus beban bagi setiap negara. Kebutuhan energi bagi industri, bisnis, maupun rumah tangga harus dicukupi dengan harga yang terjangkau. 

Indonesia memerlukan strategi ketahanan energi agar terlepas dari jeratan impor energi, baik itu impor Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun LPG. Langkah utama yang harus dilakukan adalah mempertahankan serta meningkatkan cadangan migas. Meski tak dapat dipungkiri bahwa dalam jangka panjang energi fosil akan semakin menipis dan memerlukan energi alternatif untuk menggantikannya.

Untuk itulah negara memerlukan kehadiran Dewan Energi Nasional (DEN). Dewan Energi Nasional sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 2007 bertugas merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan rencana umum energi nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

Tugas lainnya adalah mengatur tentang ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu dan lokasi cadangan penyangga energi.

Terkait dengan ketahanan energi, anggota DEN Daryatmo Mardiyanto yang baru dilantik mengatakan upaya tersebut antara lain dengan terus mengejar kebutuhan BBM dan LPG serta mendorong pemanfaatan sumber energi lainnya di saat bersamaan.

"Declining rate (tingkat penurunan) sumber daya alam BBM dan migas cukup besar. Itulah yang kemudian harus diatasi dengan mengejar hal tersebut pada satu sisi, kemudian yang lainnya adalah melengkapkan kekurangan hampir separuh atau 50 persen dari kebutuhan minyak dan gas itu. Inilah realitasnya," katanya usai acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan di Jakarta, Jumat.

"Pertama, adalah mempertahankan, kalau bisa meningkatkan kemampuan kapasitas cadangan minyak dan gas bumi," katanya.

Di sisi lain yang penting harus dilakukan adalah terus mendorong sumber energi lain sehingga Indonesia tidak bergantung pada energi tertentu.

"Sisi lain yang dipertajam adalah mendorong EBT (Energi Baru Terbarukan) dan energi-energi lain agar kita tidak tersentralisir pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia seperti ini. Itu yang akan jadi jalan kita menuju kemandirian energi," ungkapnya.

Masyarakat harus mendapatkan edukasi agar menyadari bahwa kebutuhan impor energi yang besar harus mendorong partisipasi dalam penggunaan energi secara efisien. Daryatmo mengakui Indonesia tidak bisa membantah fakta soal kurangnya pasokan dan masih diperlukannya impor energi.

Kendati demikian upaya pengurangan impor harus bisa dilakukan, termasuk menutup impor tersebut dengan sumber energi lainnya. Berbagai upaya itulah yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa, terutama para pengambil kebijakan terkait energi.

"Tidak bisa kita bantah soal kekurangan dan impor itu, tapi harus ada jalan bahwa pengurangan impor harus dilakukan atau kemudian menutup impor dengan energi-energi lain. Semuanya harus bisa dilakukan dan dengan kebijakan lintas sektoral tentang energi, Insya Allah akan dapat diwujudkan. Optimisme harus dibangun dan energi untuk rakyat jadi cita-cita kita bersama," tuturnya.