Dapat Keringanan Vonis, Rizal Ramli Sebut Putusan Hakim Kasus Juliari Bisa Jadi Bahan Kuliah Hukum

MONITORDAY.COM - Mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait hal ini, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2021.
Saat sidang putusan yang digelar pada Senin (23/8/2021) kemarin, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Juliari.
Adapun Juliari diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.597.450.000 dengan ketentuan bila tidak dibayar dalam tempo satu bulan, harta bendanya akan dirampas.
Lalu, majelis hakim juga mencabut hak politik Juliari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Sementara Juliari mendapatkan keringanan vonis, ketua majelis hakim Muhammad Damis membeberkan sejumlah alasan yang meringankan vonis terhadap politikus PDI-P itu.
Salah satunya, majelis hakim menilai bahwa terpidana kasus korupsi bansos Covid-19 itu sudah cukup menderita karena mendapatkan "bullying" dari masyarakat berupa caci maki dan penghinaan. Alasan keringanan vonis hakim itu menjadi polemik.
Tokoh nasional Rizal Ramli bukan suara menanggapi hal tersebut. Ia menilai, pidana itu bisa jadi yurisprudensi.
"pengurangan hukum berdasar bullying. Harus jadi bahan kuliah di arsitektur hukum," kata Rizal Ramli dalam cuitan di Twitter miliknya @RamliRizal sebagaimana dikutip, Rabu (25/8/2021).
Lebih lanjut, Rizal Ramli, penilaian majelis hakim yang menganggap bahwa keringanan vonis terhadap kasus Juliari karena jadi korban bullying adalah pandangan keliru.
"Mahkamah Agung, Komisi Yudisial harusnya ikut malu, tertibkan hakim keblinger itu," tegasnya.
Menurut Rizal Ramli, hakim tersebut menggunakan argumen paling aneh di dunia.
“Hakim-hakim itu kok jadi psikolog? Kok simpati sama koruptor yang nyolong hak orang miskin? Itu hakim-hakim harus diperiksa psikiater,” pungkasnya.