China Dinilai Jadi Ancaman di Kawasan Indo-Pasifik, Perang Bisa Saja Terjadi

MONITORDAY.COM - Mantan Menhan Australia, Christopher Pyne mengatakan "perang militer" melibatkan China lebih mungkin terjadi dalam lima hingga 10 tahun mendatang
Dia merujuk kepada tindakan Beijing beberapa waktu terakhir seperti di Hong Kong dan terhadap etnis Uyghur. Begitupun dengan Taiwan.
Dalam pidatonya di hadapan para mahasiswa kelulusan University of Adelaide, politikus partai Liberal ini mengatakan "tindakan strategis yang dilakukan warga Republik Rakyat China tidak sejinak dulu lagi".
Akibatnya ini menimbulkan kekhawatiran pada Amerika Serikat dan sekutunya.
"Kenyataannya, China percaya diri dan mampu, juga tidak malu menunjukannya," ujar Pyne memperingatkan para mahasiswa yang diwartakan ABC dan dikutip oleh Monitorday.com, Senin (12/4/2021).
Pyneyang mengakhiri tugasnya sebagai Menteri Pertahanan Australia di tahun 2019 mengatakan kemungkinan terjadinya "perang militer" di kawasan Indo-Pasifik saat ini lebih besar dibandingkan saat ia masih menjabat menteri.
"Lima tahun lalu saya bisa mengatakan kemungkinan [terjadinya perang] kecil sekali, sekarang saya terpaksa mengatakan kemungkinannya lebih besar dari waktu itu," kata Pyne.
"Bukan perang dunia maya, tapi perang sesungguhnya yang menjatuhkan korban jiwa, menghancurkan pertahanan militer, dengan berhadapannya penyerang dan yang diserang." tambah Pyne.
Sejak meninggalkan dunia politik, Christopher mendapatkan banyak kritikan atas kegiatannya melakukan lobi bagi berbagai perusahaan di bidang militer di Australia.
Namun ia masih dapat berpidato di hadapan para lulusan Fakultas Hukum dari University of Adelaide, tentang kekuatan China yang berkembang sangat cepat di berbagai sektor.
"Walau Amerika Serikat masih menjadi negara di dunia yang menghabiskan satu dari setiap dua dollar untuk keperluan militer, data yang mengejutkan menunjukkan anggaran bidang pertahanan China di tahun 2021 adalah sebesar $210 miliar," tukas Pyne.
Dalam pidatonya, Christopher juga menyebutkan tindakan yang dilakukan China belakangan ini untuk mendukung argumennya tentang ancaman yang semakin darurat dari militer China.
Tindakan tersebut antara lain adalah bagaimana China mengambil alih Hong Kong dan mengabaikan kritik atas perlakuannya terhadap etnis Uyghur.
Tidak hanya itu, rekan Christopher yakni Duta Besar Australia di Beijing Graham Fletcher menuding tindakan ekonomi yang dilakukan China terhadap Australia setahun terakhir sebagai sikap "pendendam".