Bus Royaltrans 4 Hari Tidak Beroperasi, PSI: Direksi Transjakarta Gagal Kelola Operasional

Bus Royaltrans 4 Hari Tidak Beroperasi, PSI: Direksi Transjakarta Gagal Kelola Operasional
Anggota Komisi B Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Eneng Malianasari (ayojakarta)

MONITORDAY.COM - Bus Royaltrans sudah 4 hari tidak beroperasi. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pengaduan yang muncul di akun twitter @PT_Transjakarta. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta direksi PT Transjakarta agar tidak menelantarkan urusan operasional bus.

“Dari pantauan kami di media sosial, banyak warga Jakarta mengeluh bus Royaltrans yang tidak beroperasi selama 4 hari ini. Sementara, bus ini telah menjadi andalan warga Jabodetabek untuk komuter sehari-hari. Saya minta agar direksi Transjakarta tidak menurunkan kualitas pelayanan kepada pelanggan,” ucap Eneng Malianasari, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Menjawab keluhan yang masuk di twitter, pihak Transjakarta menyatakan bahwa bus Royaltrans tidak bisa beroperasi karena sedang melakukan perawatan. Namun demikian, Eneng menekankan bahwa pengelolaan bus ini adalah secara swakelola, yaitu dimiliki dan dikelola sendiri oleh Transjakarta, bukan oleh pihak ketiga atau operator bus. Dengan demikian, sudah seharusnya masalah ini bisa diantisipasi sejak jauh-jauh hari.

“Bus Royaltrans adalah aset yang dikelola secara swakelola, maka Transjakarta bertanggung jawab penuh atas masalah ini, tidak bisa lempar badan ke pihak lain. Selama ini, perawatan bus dilakukan secara terjadwal oleh pihak Mercedes Benz Indonesia sebagai agen resmi pemegang merek. Ada seratus bus Royaltrans, tidak mungkin semuanya perawatan dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, tidak masuk akal apabila perawatan bus menjadi kambing hitam tidak beroperasinya Royaltrans,” ucap Eneng.

Eneng menduga terdapat masalah yang lebih serius di balik kejadian ini. Salah satu indikasinya adalah, dari rencana kerja yang disampaikan ke DPRD untuk APBD 2021, direksi Transjakarta mengajukan anggaran sekitar Rp 500-600 miliar untuk pengadaan teknologi informasi. Sementara itu, urusan operasional bus tampaknya agak dikesampingkan. 

“Kejadian ini adalah bukti bahwa pihak manajemen telah gagal mengelola urusan operasional bus. Saya harap para direksi segera sadar bahwa operasional bus merupakan bisnis utama Transjakarta. Kalau itu tidak diperhatikan, maka Transjakarta kehilangan jiwanya dan warga Jakarta akan dirugikan akibat buruknya pelayanan,” tutur Eneng.