BMKG Sebut La Nina Punya Dampak Positif bagi Pertanian

BMKG Sebut La Nina Punya Dampak Positif bagi Pertanian
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati/net

MONITORDAY.COM - Kuartal akhir tahun 2020 hingga awal 2021, kondisi iklim global dihadapkan pada gangguan anomali berupa fenomena La Nina. Fenomena ini berdampak global berupa peningkatan curah hujan meliputi wilayah Pasifik barat termasuk Indonesia.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa fenomena ini berdampak pada adanya potensi bencana hidrologis di wilayah Indonesia.

Namun di samping itu, dia menyebutkan bahwa fenomena ini juga akan berdampak positif terutama untuk aktifitas pertanian.

"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air," kata Dwikorita, dalam keterangan tertulis, dukutip redaksi, Rabu (30/12).

Dia menambahkan, La Nina juga punya peluang yang dapat dimanfaatkan seperti panen hujan dan surplus air tanah, serta peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air.

"Juga pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim," tambah Dwikorita.

Senada dengan itu, Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa La Nina punya manfaat bagi pertanian pangan. 

"La Nina mempunyai dampak positif antara lain peluang percepatan tanam, perluasan area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang," kata dia.

Selain itu, fenomena La Nina juga berdampak positif pada meningkatkan produksi perluasan lahan pasang surut.

"Lahan pesisir akan berkembang lebih baik karena salinitas dapat dikurangi dan perikanan darat bisa dikembangkan lebih awal," tambah Rizaldi.

Untuk mengurangi dampak La Nina, menurut dia, perlu pembinaan kepada para petani tentang metode pengeringan dan penyimpanan benih.

"Karena saat La Nina curah hujan tinggi yang dapat mempengaruhi kualitas benih," kata Rizaldi.

Dia menambahkan, masyarakat juga perlu membangun gudang benih dan menyediakan varietas padi tahan rendaman serta penyesuaian aplikasi pupuk.

Lebih panjut, Rizaldi mengungkapkan, petani juga dapat memanfaatkan La Nina dengan meningkatkan areal tanam pada musim hujan dan khususnya pada lahan kering.

"Memanfaatkan mundurnya akhir musim hujan dengan tanaman umur pendek dan berekonomi tinggi. Serta adaptasi teknik budidaya pada daerah endemik banjir dan pertanian lahan kering di lahan gambut," demikian ungkap Rizaldi Boer.

Sebagai informasi, fenomena La Nina akan berulang dan memiliki siklus 2-8 tahun. La Nina terakhir pada 2010 dimana untuk wilayah Indonesia dikenal sebagai tahun basah karena hampir terkesan tidak ada kemarau akibat curah hujan yang berlebih.

Selain Indonesia, fenomena ini juga dialami oleh sebagian negara Asia Tenggara, bagian utara Australia, Brazil bagian utara, dan sebagian pantai barat Amerika Serikat, namun menyebabkan pengurangan curah hujan di sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan sebagian Amerika bagian tengah.