Amerika Serikat Nilai Presiden Afghanistan Lemah

Amerika Serikat Nilai Presiden Afghanistan Lemah
Taliban mulai kuasai Afghanistan (Foto: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Departemen Luar Negeri AS mengatakan, kedutaan di Kabul akan tetap beroperasi.  Keputusan AS untuk mengevakuasi sebagian besar staf kedutaan, dan mengirim ribuan tentara tambahan adalah tanda memudarnya kepercayaan pada kemampuan pemerintah Afghanistan untuk menahan gelombang serangan Taliban. 

Tidak menutup kemungkinan pemerintahan Biden akan mengevakuasi staf kedutaan di Kabul secara penuh, dilansir dari Reuters.

Amerika Serikat menilai Afghanistan di bawah kepemimpinan Presiden Presiden Ashraf Ghani lemah dan tak miliki kemampuan menghadapi serangan Taliban.

Kondisi Afghanistan membuat sejumlah diplomat dan staf kedutaan besar mulai meninggalkan Kabul, karena Taliban semakin intensif melancarkan serangan. Para diplomat mengatakan, beberapa kedutaan membakar materi sensitif sebelum pergi dari Afghanistan.

Kedutaan Besar AS di Kabul memberi tahu staf bahwa tempat pembakaran sampah dan insinerator dapat untuk menghancurkan berbagai material, termasuk kertas dan perangkat elektronik. Menurut sebuah usulan yang dilihat Reuters, kertas dan perangkat elektronik dihancurkan untuk mengurangi jumlah informasi sensitif di peralatan tersebut.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa, Afghanistan semakin tidak terkendali. Dia mendesak semua pihak berupaya untuk melindungi warga sipil.

"Ini adalah saat untuk menghentikan serangan. Ini adalah saat untuk memulai negosiasi serius. Ini adalah momen untuk menghindari perang saudara yang berkepanjangan, atau isolasi Afghanistan," kata Guterres, dikutip Sabtu (14/8/2021).

Banyak orang di ibu kota menimbun beras dan makanan lain serta obat-obatan untuk pertolongan pertama. Ledakan pertempuran telah menimbulkan kekhawatiran krisis pengungsi dan kemunduran dalam hak asasi manusia, terutama bagi perempuan. 

Seorang pejabat PBB mengatakan, sekitar 400 ribu warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka tahun ini. Dari jumlah tersebut, sekitar  250 ribu di antaranya mengungsi sejak Mei atau bertepatan ketika pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Pengerahan pasukan AS tersebut menyoroti cepatnya langkah Taliban dalam menguasai sebagian besar wilayah Afghanistan. Taliban mulai bergerak untuk melakukan serangan dan mengambilalih sejumlah wilayah, sejak pasukan AS dan NATO meninggalkan Afghanistan.

Presiden AS Joe Biden tetap bersikukuh untuk mengakhiri misi AS di Afghanistan pada 31 Agustus. Biden mengatakan, pasukan AS telah melakukan segala upaya untuk membangun pemerintah dan militer Afghanistan.