Akademisi STKIP Invada Cirebon Paparkan Optimalisasi Literasi Digital di Perguruan Tinggi

MONITORDAY.COM - Sejak perintisannya lebih dari 50 tahun silam, teknologi internet telah menjadi piranti mutakhir yang merevolusi kehidupan umat manusia. Ia layak disebut sebagai ‘gerbangnya dunia’ karena membuka akses ke ruang global tanpa batas dan waktu. Di Indonesia, laju penetrasinya telah mencapai 74% berdasarkan data statistik dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di tahun 2020.
Hal ini disampiakn oleh Astri Dwi Floranti, Dosen STKIP Invada Cirebon kepada monitorday.com, Kamis (30/9/2021) perihal optimalisasi literasi digital di tingkat Perguruan Tinggi
Namun, kata Astri, besarnya antusiasme tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat literasi di Indonesia, yaitu minat baca warganya hanya berada pada rentang 1% saja. Laporan Perpusnas (2021) tersebut perlu menjadi peringatan keras bahwa minimnya literasi berpotensi besar terhadap ketidakmampuan kita dalam menyaring arus tsunami informasi di dunia maya.
"Literasi digital diperlukan sebagai bentuk kecerdasan bermedia dan prasyarat keterampilan hidup modern di era kekinian yang telah disosialisasikan oleh Kemendikbud atau Kemenkominfo sejak 2017," ucap Mahasiswi Doktoral Linguistik Sekolah Pascasarjana UPI Bandung ini.
Astri menjelaskan bahwa literasi digital melibatkan kemampuan kognitif dan teknis secara bersamaan dalam hal produksi dan konsumsi produk digital yang diikuti dengan kesadaran diri untuk bersikap kritis dan bijak selama berada di ruang virtual.
Melek literasi digital berarti menuntut adanya pengembangan kompetensi individu dalam 8 aspek menurut Belshaw (2012), yaitu budaya, kognitif, konstrukstif, komunikatif, kepercayaan diri, kreatif, kritis, dan bertanggung jawab secara sosial.
Di bidang pendidikan, perguruan tinggi berperan strategis dengan mempersiapkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing dan unggul untuk menghadapi perubahan-perubahan berbasis digital di era disrupsi teknologi.
Para lulusannya perlu dibekali keterampilan literasi yang tidak terbatas pada literasi dasar seperti keterampilan membaca atau menulis.
Lebih lanjut, Astri mengungkapkan bahwa literasi digital tentunya lebih relevan dengan situasi terkini di mana aspek-aspek kehidupan sudah bertransformasi menjadi serba digital (one touch and one click).
Para mahasiswa sebagai bagian dari kelompok pengguna internet terbesar di Indonesia menurut APJII 2018 perlu terinternalisasi dalam diri dan pikiran mereka nilai-nilai dan sikap kritis, cermat dan bijak dalam menghadapi proses produksi dan konsumsi informasi daring dan mendorong potensi pemanfaatan internet yang positif dan kreatif,
Selain itu, ujar Astri, literasi digital mendorong adanya revolusi dari berbagai aspek. Pihak perguruan tinggi perlu melakukan pemetaan literasi, mengadakan aktivitas pelatihan atau seminar, menyediakan sarana dan fasilitas, membuat kebijakan dan menyusun kurikulum yang mendukung program literasi digital.
Para pelakunya baik tenaga pengajar dan mahasiswa pun turut serta dalam membangun budaya membaca dan menulis yang baik dan benar, memilih sumber referensi digital yang bermutu dan mengaplikasikan beragam jenis aplikasi pembelajaran.
Dalam rangka menyambut bulan bahasa dan sastra pada Oktober nanti, Astri berharap semangat berliterasi digital perlu digelorakan ke seluruh penjuru negeri.
"Perguruan tinggi pun diharapkan mampu segera beradaptasi untuk berada di garda depan dalam mencetak lulusan yang berliterat, memiliki kemampuan berpikir kritis dan kecakapan etis di era 5.0 (smart society)," tutup Astri.