4 Tahun Jokowi-JK, Menhub Sebut Konektivitas Indonesia Sentris Jadi Prioritas
Kementrian Perhubungan (Kemenhub) telah membangun konektivitas Indonesia Sentris sebagai prioritas utama. Kelancaran suplai logistik yang terjadi dari ujung ke ujung menjadi penentu handalnya Indonesia. Itulah sebabnya, bagi Papua diberikan perhatian khusus

MONITORDAY.COM – Kementrian Perhubungan (Kemenhub) telah membangun konektivitas Indonesia Sentris sebagai prioritas utama. Kelancaran suplai logistik yang terjadi dari ujung ke ujung menjadi penentu handalnya Indonesia. Itulah sebabnya, bagi Papua diberikan perhatian khusus.
Hal itu disampaikan oleh Menhub Budi Karya Sumadi dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 Edisi 4 Tahun Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan tema "Penguatan Indonesia Sentris", bertempat di Auditorium Gedung 3 Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
“Kalau kita bicara mengenai Indonesia Sentris, maka memang Kemenhub menjadi salah satu pihak yang senantiasa harus memberikan terbaik, melalui penciptaan konektivitas. Baik melalui akses darat, laut, ataupun udara,” katanya.
Menjadikan Papua sebagai salah satu pusat pembangunan Indonesia Sentris, menurut Budi, dilakukan karena memang nyatanya banyak dispartitas yang terjadi di sana. Khususnya, sambung dia, terkait harga.
“Disparitas harga terjadi karena memang terbatas dan tidak adanya angkutan ke Papua, baik dari NTT, Kaltara, dan Natuna. Ini yang secara langsung harus diselesaikan,” tuturnya.
Strategi persoalan itu, menurut Budi, adalah dengan membangun pelabuhan dan bandara. Khususnya, kata dia, di beberapa tempat yang menggambarkan kesenjangan tersebut.
Tercatat, Budi membeberkan, telah dibangun Bandar Udara Nop Goliat Dekai yang melayani Kota Dekai, Ibu kota dari Kabupaten Yahukimo, Papua, dengan anggaran lebih dari Rp500 milliar untuk menggantikan Bandara Wamena. Tujuannya, pesawat apapun dapat masuk ke bandara itu dan logistik pun langsung bisa didistribusikan.
“Menjadi catatan bahwa kalau kita bicara Indonesia Sentris maka urgensinya sangat terasa di Pegunungan Jayawijaya. Di mana tempat itu susah dijangkau. Itulah sebabnya, kami membangun banyak bandara di sana,” tuturnya.
Pembangunan bandara intinya, menurut Budi, harus disegerakan agar konektivitas dan suplai logistik berjalan dengan baik. “Kemenhub mensuplai bahan-bahan pokok. BUMN mensuplai bahan bakar. Alhasil, apresiasi pun banyak diberikan masyarakat,” katanya.
Di Papua sendiri, Budi menjelaskan, kini terdapat 48 bandara. Pembangunan bandara itu, sambung dia, dialokasikan dari 40% anggaran Perhubungan Udara. “Fokus pembangunan pada savety dan aksesibilitas. Kalau dulu kita selalu mendengar kecelakaan, Alhamdulillah sekarang sangat berkurang banyak,” ujarnya.
Sementara itu, di Papua Barat, Budi mengatakan, dibangun 16 bandara. Selain pembangunan bandara-bandara, sambung dia, disparitas itu juga diselesaikan dengan tol laut. “Tol laut adalah satu upaya pemerintah melakukan kegiatan untuk mensuplai logistik dengan memberikan subsidi dari sejumlah titik di timur. Terutama Surabaya, sampai ke Makassar, Ternate, Merauke,” paparnya.
Dan yang menggembirakan, menurut Budi, sejumlah langkah itu menurunkan secara signifikan disparitas yang terjadi. Selain, kata dia, juga memberikan harapan adanya peluang-peluang bisnis baru.
“Kita mengintensifkan dengan Bulog dan juga Semen Indonesia agar bahan-bahan menjadi murah,” katanya.
Selain tol laut, Budi mengungkapkan, pemerintah juga membangun tol udara. Di mana kini, sambung dia, berton-ton logistik dapat didistribukan dan mensubsidi penumpang. “Sebagai catatan, kesetaraan wilayah dalam infrastruktur menjadi konsen dari kami. Sehingga banyak kegiatan-kegiatan tidak saja ada di perkotaan, tapi juga di desa-desa,” ujarnya.
Salah satu wujudnya, Budi menjelaskan, adalah yang ada di Toba. Dulu, sambung dia, di Toba tidak terakses udara, demikian juga di Prau, Jateng.
Hingga kini tercatat, Budi mengatakan, sudah dibangun 10 proyek dan itu belumlah cukup. Ada tujuh bandara dibangun dan tiga yang direvitalisasi untuk menyatukan NKRI, yang terdiri dari pulau-pulau.
“Tugas kita untuk mempersatukan di antaranya dengan konektivitas. Apa yang kita lakukan dengan Indonesia Sentris menjadi relevan,” tegasnya.
Untuk kereta api, menurut Budi, selama ini menjadi domain dari kegiatan pemerintah. Tapi di di Sulawesi Selatan, sambung dia, mulai dibangun dengan skema KPBU. Skema yang sama juga dapat ditemukan, kata Budi, di Labuan Bajo. “Lebih dari 20 investor yang berminat masuk di sana,” katanya.
Di Kalimantan Barat, Budi mengatakan, diberikan subsidi angkutan dari Kalimantan Barat ke Kalimantan Utara. Terkait pembangunan yang dilakukan itu, dia menegaskan, sumber daya manusia menjadi prioritas.
“Itulah sebabnya ada 100 ribu nelayan, khususnya daerah tertinggal yang diberikan kepada mereka kursus dan sertifikat. Pariwisata menjadi satu inisiatif yang menjadi keharusan,” katanya.