Terjebak Kemiskinan Ekstrem, Ini Solusi Sejahterakan Nelayan Ala KNTI

Terjebak Kemiskinan Ekstrem, Ini Solusi Sejahterakan Nelayan Ala KNTI
Ketua Harian KNTI Dani Setiawan

MONITORDAY.COM - Sektor perikanan dan kelautan belum menjadi prioritas pembangunan. Padahal Indonesia adalah negara maritim yang mempunyai garis pantai terpanjang. Jutaan orang yang menggantungkan hidup pada sektor kelautan dan perikanan. Meskipun begitu, kontribusinya masih begitu besar dalam sektor ekonomi. 

"Menurut riset FAO tahun 2020, sektor perikanan tangkap cenderung stagnan. Hal ini karena perairan di dunia sudah terlalu dieksplotasi. Indonesia menjadi produsen kedua terbesar perikanan tangkap di dunia setelah China. Namun ekspor Indonesia untuk perikanan tangkap masih menempati posisi ke 13 dunia. Yang menguasai justru Norwegia yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk budidaya perikanan," ujar Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan pada webinar Gerakan Subuh Mengaji PW. 'Aisyiyah Jawa Barat Selasa (22/03). 

Dani yang juga Dosen FISIP UIN Jakarta menambahkan bahwa kecenderungan konsumsi ikan cenderung meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk feeding the world atau memenuhi konsumsi penduduk dunia. Indonesia juga masih mempunyai banyak lahan yang belum dioptimalkan untuk budidaya perikanan. Dalam budidaya, Indonesia sudah berada di peringkat keempat dunia.

"Ada 11 sub sektor ekonomi kelautan, yang dimanfaatkan baru tiga: perikanan, pariwisata dan transportasi. Sektor perikanan melibatkan hampir 6 juta masyarakat. 97 persennya adalah nelayan kecil atau tradisional," tambahnya. 

Menurutnya, ada 212 kabupaten kota di 25 provinsi terdapat masyarakat dengan kemiskinan ekstrem. 147 berada di wilayah pesisir. Mayoritasnya adalah nelayan yang bergantung pada musim. Dulu bisa diprediksi, namun sekarang seringkali tidak bisa diprediksi dan menjadi hambatan. Terkait banyaknya persoalan tersebut, Dani menawarkan beberapa solusi untuk tingkatkan kesejahteraan nelayan.

"Nelayan di daerah mengeluhkan bahwa ikan semakin sulit, tingkat kesejahteraan menurun. Meskipun di beberapa tempat ada yang harga ikannya naik. Penghasilan nelayan masih spekulatif. Hasil tangkapan mudah rusak. Sulitnya dukungan permodalan. Perlu ada skema kredit yang lebih adaptif terhadap nelayan. Tidak bisa disamakan dengan pembiayaan pada umumnya. Perbankan mesti mampu mengadaptasi perubahan yang terjadi," tuturnya. 

"Muhammadiyah dan AMM bisa berperan dalam melakukan pemberdayaan nelayan. Muhammadiyah punya infrastruktur berupa perguruan tinggi yang bisa diajak kerja sama. Perlindungan nelayan misalnya isu wilayah tangkap harus ditingkatkan. Mitigasi perubahan iklim perlu diperhatikan. Misalnya angin semakin besar dan cuaca semakin ekstrem. Tak hanya mengancam keselamatan nelayan, namun juga menyebabkan kerusakan perahu nelayan," pungkasnya.