Soal RUU Minuman Beralkohol, Begini Kata Pengusaha

Bahkan tahun tahun 2014 Menteri Perdagangan mengeluarkan Permendag No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di mana penjualan minol sudah lebih tertata hanya ditempat tertentu.

Soal RUU Minuman Beralkohol, Begini Kata Pengusaha
Ilustrasi/ Net

MONITORDAY.COM - Para Pengusaha menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) tidak mendesak dilakukan saat pandemi COVID-19 yang menekan dan membebani dunia usaha, sebab telah ada aturan yang berjalan efektif.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, selama ini telah ada Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan implementasi di lapangan dinilai telah berjalan efektif.

"Bahkan tahun tahun 2014 Menteri Perdagangan mengeluarkan Permendag No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di mana penjualan minol sudah lebih tertata hanya ditempat tertentu. Dengan demikian sebenarnya urgensi RUU ini tidak mendesak, namun semuanya kembali kepada DPR," kata Sarman dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/11).

Lebih lanjut, Sarman menjelaskan, industri minuman beralkohol juga ikut terdampak saat pandemi COVID-19 seperti produsen bir sebagai dampak dari pembatasan operasional berbagai hotel, restoran, kafe hingga di hiburan malam.

"Di Jakarta sudah delapan bulan tutup yang membuat penjualan anjlok sampai 60 persen, namun sejauh ini industri minol masih mampu bertahan dan tidak melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja)," ungkapnya.

Selain itu, ia berharap pembahasan RUU yang telah dibahas lima tahun lalu namun tidak berlanjut itu sebaiknya dilakukan pada momentum yang tepat, yakni pasca pandemi di mana ekonomi telah berada dalam kondisi normal.

"Di tengah tekanan resesi ekonomi saat ini kurang tepat membahas yang berkaitan dengan kelangsungan dunia usaha khususnya industri minol, mari kita fokus bersama melawan pendemi COVID-19 dan percepatan pemulihan ekonomi nasional," ungkapnya.

Sementara itu, Komisaris Utama PT Delta Djakarta itu menuturkan industri minuman beralkohol siap memberi masukan dan pokok pikiran termasuk dari sisi judul. Alih-alih disebut RUU Larangan Minuman Beralkohol, industri mengusulkan agar beleid itu berubah menjadi RUU Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Menurut Sarman, keterlibatan industri minol dalam perekonomian nasional hampir mencapai satu abad bahkan melibatkan investor asing.

Sedangkan dari kontribusi industri minol dari sisi pajak maupun cukai alkohol yang mencapai Rp6 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5.000 orang ditambah industri penunjang seperti pertanian, logistik, industri kemasan, distribusi dan jasa perdagangan, jasa hiburan, rekreasi, pariwisata dan budaya.

"Kami sangat mendukung kalau minol ini di diatur dan diawasi sehingga edukasi dan informasi kepada masyarakat selalu konsisten dilaksanakan akan bahaya penyalahgunaan minuman beralkohol. Jika nantinya dalam RUU ini kesannya melarang maka dikhawatirkan akan terjadi praktik masuknya minol selundupan yang tidak membayar pajak, maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan serta maraknya minol oplosan yang membahayakan konsumen," pungkasnya.