Soal Pengrusakan Mushola di Minahasa, Ini Tanggapan MUI
Warga Negara Indonesia tanpa kecuali tidak boleh mempersulit apalagi menghalang-halangi ibadah umat lain. Kebebasan ibadah diatur konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.

MONITORDAY.COM - Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anton Tabah, mengatakan penyelesaian silang selisih rumah ibadah di berbagai daerah memang sering menemukan masalah komunikasi antarumat beragama.
"Untuk itu harus dibangun komunikasi yang lebih komunikatif mengedepankan pendekatan sosial yang beradab," kata Anton melalui keterangan tertulisnya, Kamis (30/1) kemarin.
Lebih lanjut ia mengatakan, SKB Mentri yang mengatur pendirian rumah ibadah dengan tanda tangan minimal 60 orang warga sekitar, tidak boleh kaku.
Menurut dia, jika memang di sekitar tempat tersebut belum ada rumah ibadah, padahal sangat dibutuhkan oleh warga setempat maka boleh dibangun rumah ibadah.
"Jika sudah ada tanda tangan warga setempat bisa jadi bahan pertimbangan," ujarnya.
Anton kemudian menanggapi, kasus perusakan terhadap Musala di Perum Agape Minahasa. Ia menilai kasus itu bisa difasilitasi tokoh-tokoh di Minahasa dengan hasil yang terukur sebagaimana yang pernah dilakukannya ketika menangani kasus Masjid Tolikara Papua.
Anton memaparkan, bahwa saat itu tokoh-tokoh umat Kristen setempat marah dan mengutuk keras terhadap perusakan masjid di daerah tersebut. Para tokoh umat Kristian juga meminta pemda segera terbitkan izin pendirian masjid tersebut karena keberadaannya sangat diperlukan umat Islam.
"Akhirnya mereka mengganti rugi kerusakan dan akan bantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampai sebulan Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus lebih strategis," katanya.
Anton mengaku telah mendengar kasus perusakan Mushola di Minahasa. Dia juga mendapat laporan dari tokoh-tokoh Minahasa sepakat ganti rugi dan membantu kelancaran perbaikan tempat ibadah umat Islam yang dirusak.
"Terkait soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib yang kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap," katanya.
Purnawiran Polri ini mengingatkan semua warga Negara Indonesia tanpa kecuali tidak boleh mempersulit apalagi menghalang-halangi ibadah umat lain. Kebebasan ibadah diatur konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.
"Jangan hanya berteriak saya pancasila tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut," tegasnya.