Sikap Muhammadiyah dan Anggota DPR Terkait Permendikbud 30 Tahun 2021

MONITORDAY.COM - Semua pihak tentu menentang kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Berbagai bentuk kekerasan seksual yang terjadi seringkali tidak ditangani dengan baik. Namun bagaimana menanganinya dan bagaimana ketentuan yang mengaturnya perlu diputuskan dengan benar dan tepat.
Terkait dengan hal tersebut Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Sikap kritis datang dari berbagai kalangan. Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mencabut Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.
Sementara itu Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda pada (9/10/2021) mengusulkan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim melakukan revisi terbatas sebagian substansi dari Permendikbud 30/2021 khususnya klaster definisi kekerasan seksual. Huda mengakui jika definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud 30/2021 bisa memicu multitafsir. Ia menilai ada baiknya Nadiem merevisi terbatas Permendikbud ini secara cepat untuk lebih menegaskan norma konsensual agar mempunyai kekuatan yang lebih mengikat, sehingga siapa saja yang hendak melakukan hubungan seksual bisa dicegah.
DPR sendiri sedang memproses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya, mengungkap perkembangan RUU TPKS. Ia menerangkan rencananya Baleg akan mengambil keputusan untuk pengesahan naskah RUU TPKS pada akhir November tahun ini agar dapat diparipurnakan sebagai inisiatif DPR.
“Kami di Panja, insyaallah akan mengambil keputusan di Baleg tanggal 25 November, itu sudah kami agendakan,” kata Willy dalam acara diskusi di Senayan, Selasa (11/9).
Ada 21 bentuk tindakan yang masuk dalam lingkup kekerasan seksual. Antara lain menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban. Lalu, memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.
Bentuk lainnya adalah menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban. Juga menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman. Termasuk diantaranya menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.