Potensi PLTS Membuat Indonesia Lebih Hijau

MONITORDAY.COM - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdian mengatakan jika PLTS bisa menjadi salah satu opsi pembaruan energi di Indonesia.
Bahkan Kementerian ESDM tengah menyusun Grand Strategi Energi Nasional untuk jangka mengengah hingga tahun 2035 mendatang.
"Fokus kita bisa mengurangi atau menghilangkan impor dari energi bahan bakar minyak. Kemudian kita menggeser dari yang sifatnya fosil ke energi terbarukan," kata Dadan, dalam siaran pers Kementerian ESDM, Rabu (17/2/2021).
Dalam sebuah penelitian yang dipublish oleh “The Convertsation” 11 Februari kemarin mengungkapkan jika penanaman panel surya di gurun pasir bisa menimbulkan efek penghijauan di sekitar wilayah tersebut.
Gurun pasir luas, datar, kaya akan Silikon (Zat pasir) yang merupakan bahan mentah untuk semikonduktor merupakan tempat terbaik untuk menanam panel surya. Dan faktanya, sepuluh pembangkit tenaga surya terbesar di dunia semuanya terletak di gurun atau daerah kering.
Sahara mampu memenuhi empat kali permintaan energi dunia saat ini. Bahkan proyek-proyek di Tunisia dan Maroko telah dibuatkan Blue Print yang akan memasok listrik untuk jutaan rumah di Eropa.
Permukaan hitam panel surya menyerap sebagian besar sinar matahari yang menyinari daratan, hanya sekitar 15% dari energi yang masuk yang diubah menjadi listrik. Sisanya dikembalikan ke lingkungan sebagai panas. Panel ini biasanya jauh lebih gelap daripada permukaan tanah yang tertutupi panel, sehingga hamparan luas sel surya akan menyerap banyak energi tambahan dan memancarkannya sebagai panas, yang memengaruhi iklim.
Sebuah studi tahun 2018 menggunakan model iklim untuk mensimulasikan “Albedo Effect” yang lebih rendah pada permukaan tanah gurun yang disebabkan oleh pemasangan pembangkit tenaga surya besar-besaran.
Albedo adalah ukuran seberapa baik permukaan memantulkan sinar matahari. Pasir, misalnya, jauh lebih reflektif daripada panel surya sehingga memiliki albedo yang lebih tinggi.
Model tersebut mengungkapkan bahwa panas yang dipancarkan oleh panel surya yang lebih gelap (dibandingkan dengan tanah gurun yang sangat reflektif) menciptakan perbedaan suhu yang curam antara tanah dan lautan di sekitarnya yang pada akhirnya menurunkan tekanan udara permukaan dan menyebabkan udara lembab naik dan mengembun menjadi tetesan hujan.
Dengan lebih banyak curah hujan angin muson (Monsun), tanaman akan tumbuh dan pasir memantulkan lebih sedikit energi matahari, karena vegetasi yang terjadi akan menyerap cahaya lebih baik daripada pasir dan tanah. Dengan lebih banyak tanaman yang ada, lebih banyak air yang menguap, menciptakan lingkungan yang lebih lembab yang sehingga menyebabkan penyebaran tumbuhan.
Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tersebut membuat sebagian besar tempat gersang termasuk Sahara tetap hijau selama “African Humid Period”, seperti yang pernah terjadi dan berakhir 5.000 tahun yang lalu.
Jadi, pembangkit listrik tenaga surya raksasa dapat menghasilkan banyak energi untuk memenuhi permintaan global dan sekaligus mengubah lingkungan yang gersang menjadi lebih hijau dan dapat dihuni.
Meski begitu, selalu ada efek yang akan terjadi ketika hal ini diterapkan dengan skala yang besar. Dalam sebuah studi baru-baru ini sumber panas yang sangat besar di Sahara mengatur sirkulasi udara dan laut global, mempengaruhi pola curah hujan di seluruh dunia. Debu Sahara yang terbawa angin, merupakan sumber nutrisi penting bagi Amazon dan Samudra Atlantik.
Di Indonesia sendiri pada 13 Maret 2020 lalu terdapat 64.620 hamparan panel surya tersusun rapi di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Ribuan panel surya tersebut membentang di atas ladang seluas 29 hektar. Kehadiran alat penangkap sinar matahari tadi difungsikan oleh Vena Energy sebagai sumber energi listrik baru sejak 5 September 2019.
Pemanfaatan PLTS juga bisa menjadi solusi dalam mengejar rasio elektrifikasi melalui konversi PLT Diesel ke PLT EBT.
"Barangkali di Jawa Tengah, rasio elektrifikasi di Jawa Tengah sudah sangat bagus, tapi kalau lihat ke bagian Indonesia Timur menjadi fokus utama," demikian kata Dadan Kusdiana.