Pertamina Investasi 14 Persen Pengeluaran Untuk Transisi Energi

Pertamina Investasi 14 Persen Pengeluaran Untuk Transisi Energi
Ilustrasi SDM muda profesional di Pertamina/ situs Pertamina

MONITORDAY.COM - Dampak perubahan iklim nyata dirasakan oleh dunia. Pemanasan global bukan isapan jempol. Bencana akibat naiknya muka air laut, kekeringan, banjir, gagal panen, kebakaran hutan dan lahan berkeling-kelindan sebagai faktor dan gejala perubahan iklim. Dalam amatan para ahli ancaman perubahan iklim lebih dahsyat dari pandemi. Dan Indonesia bersama negara-negara lain telah menyadari dan bersepakat untuk mencegah dan memitigasinya. 

Menteri BUMN Erick Thohir dalam suatu kesempatan mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberi arahan agar Indonesia mulai melangkah untuk menggantikan batu bara dengan energi baru terbarukan. Kementerian BUMN pun telah menegaskan komitmennya untuk menjalankan roadmap pembangunan energi hijau di Indonesia. Senafas dengan arahan tersebut maka Kementerian BUMN juga telah menyiapkan road map pengembangan ekonomi hijau dan transisi energi serta renewable energy sehingga indonesia segera memiliki energi baru terbarukan. 

Komitmen BUMN dalam transisi energi tampak jelas dalam postur anggaran Pertamina sebagai salah satu BUMN energi. Pertamina telah mengalokasikan Capex (Capital expenditure) sebesar 14% dari total dana investasi untuk menyukseskan transisi energi di Indonesia. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata investasi perusahaan energi dunia untuk energi terbarukan sebesar 4,3%. 

Langkah yang telah dilakukan BUMN ini merupakan wujud dari komitmen Indonesia dan layak mendapat perhatian terutama dari negara-negara maju. Dukungan mereka terhadap program transisi energi di negara-negara berkembang sangat penting. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pertamina Nicke Widyawati dalam dialog “Sustainable Finance For Climate Transition” di Bali pekan lalu. 

“Negara-negara maju harus mendukung negara-negara berkembang dalam transisi ke energi berkelanjutan jika dunia ingin memiliki peluang untuk memenuhi target pemanasan global,” ujar Nicke. 

Lebih lanjut Nicke menjelaskan bahwa target penurunan emisi sebesar 30% pada tahun 2030 dilakukan sebagai bagian dari strategi Sustainability Pertamina. 

“Mengatasi Perubahan Iklim merupakan salah satu strategi Sustainability Pertamina, dengan target penurunan emisi 30% pada tahun 2030 atau di atas target NDC Indonesia pada tahun 2030." lanjut Nicke. 

Komitmen Indonesia dalam Transisi energi
Target tersebut bukan tanpa alasan mengingat pada sepuluh tahun terakhir ada capaian yang signifikan. Indonesia telah menyatakan komitmennya pada Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009 untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun 2020. Komitmen Indonesia tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Republik Indonesia. 

"Tercatat selama 2010 – 2020, kita telah mengurangi 6,8 Juta Ton CO2 Equivalent (MmtCO2E) atau 27% dari 26% baseline 2010,” imbuh Nicke.

Proses transisi energi tidak bisa dilakukan dengan serta merta. Dibutuhkan proses yang panjang. Peran gas bumi dan mineral pun masih cukup besar hingga beberapa tahun mendatang. Gas bumi akan berperan sebagai penopang bahan bakar pembangkit EBT yang masih intermitten dan mineral akan tetap digenjot terutama untuk proses hilirisasi. 

Mineral juga masih menjadi sumber pilihan utama untuk (pembuatan) baterai. Sehingga ekstraksi dan pemanfaatan mineral yang juga menghasilkan emisi karbon harus dikendalikan sedemikian rupa. 

Pemerintah tengah melakukan pengurangan penggunaan batubara sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl Ether (DME) pengganti elpiji serta peningkatakan nilai tambah mineral melalui hilirisasi di dalam negeri.

Minyak dan gas bumi serta batubara akan menjadi sumber energi perantara untuk transportasi sebelum digantikan dengan kendaraan listrik. Sehingga gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi baru terbarukan (EBT) 100% digunakan di pembangkit listrik. Pada periode transisi energi, energi fosil masih memiliki peran penting untuk dikembangkan sebelum yang lebih bersih tersedia. Dalam periode ini upaya optimal harus dikembangkan.