Perlunya Kolaborasi Pengelolaan Lahan Usai Izin Dicabut

Perlunya Kolaborasi Pengelolaan Lahan Usai Izin Dicabut
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Ir. Dumasari, M.Si saat mengisi diskusi virtual Kopi Pahit pada Senin 10 Januari 2022/MMG.

MONITORDAY.COM - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Ir. Dumasari, M.Si mempertanyakan kepada pemerintah terkait perlindungan terhadap tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan yang izinnya dicabut, agar mereka tetap bisa mempunyai kegiatan ekonomi agar mampu memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Hal tersebut disampaikan dalam diskusi Virtual Kopi Pahit dengan tajuk "Jokowi Bongkar Ketimpangan SDA: Apa Selanjutnya?" yang dihelat Monday Media Group (MMG) di Jakarta, Senin 10 Januari 2022.

"Adanya pencabutan izin ini menimbulkan masalah yang komplek. Karena, banyak tenaga kerja pada perusahan tersebut dengan jumlah besar akan kehilangan pekerjaan." ujar Dumasari.

Dumasari mengatakan bahwa tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan itu sangat sulit untk bertahan, yang awalnya akan diperdayakan dan lainnya. Namun, kita tahu bahwa itu sangat kompleks yang membutuhkan waktu yang cukup umayan dan tidak semudah membalikkan tangan.

Perlunya integrasi dari beberapa pihak yang saling bahu membahu untuk kerja sama sangat dibutuhkan sekali secara partisipatif. 

"Tapi perencanaan yang partisipatif pun kita butuhkan untuk mengangkat kembali tenaga-tenaga kerja ini akan kita apakan?" imbuhnya 

Menurutnya, harus ada restribusi lahan bagi mereka. Dimana lahan-lahan yang dianggap "tidak bertuan"  istilahnya.

Wanita asal Sumatra Utara ini juga menanggapi terkait rencana munculnya Bank Tanah. Ini menjadi menarik dan merupakan pemikiran yang inspiratif untuk mengatasi kelangkaan lahan, terutama untuk para petani kita.

Lebih lanjut, Dumasari menyikapi Bank Tanah terkait pengelolaan lahannya. Pertama, pemerintah harus jeli dan ekstra hati-hati agar tidak terjadi seperti dahulu. Yang mana lahan selalu didistribusikan ke pihak yang sama. 

"Kedua, soal pengawasan yang sangat ketat terhadap pihak yang mengelola Bank Tanah dan harus pihak yang independen, obyektif dan berpihak kepada kepentingan rakyat," tegasnya.

Kemudian, ketiga, bagi rakyat sendiri yang sudah dibagikan lahannya sebagai program reformasi agraria. Namun jika tidak dibekali dengan perjanjian yang mengikat bisa jadi setelah pemerintah memberikan kepada mereka sertifikat lahan itu dikhawatirkan bakal dijual lagi ke pemilik modal. Jadi pemerintah harus hati-hati.

"Jangan sampai kebaikan pemerintah disalah gunakan. Bila perlu mahasiswa KKN  digerakkan untuk mengawasi masalah itu," harap Dosen yang juga Peneliti Pertanian ini.

Mengenai usaha-usaha yang rawan dicabut izinnya, pemerintah mesti mengambil sikap melakukan AMDAL terhadap mereka secara rutin sekaligus menghidupkan kembali lembaga AMDAL kita.

"Nantinya, AMDAL akan mengintegrasikan antara perguruan tinggi, pemerintah , swasta dan lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat sendiri akan bersama-sama bermitra untuk mengontrol perusahaan tersebut agar tetap konsisten memenuhi janji sesuai perizinannya," pungkasnya.

Perlu diketahui, Dumasari juga merupakan penulis buku "Pemberdayaan Petani Tunakisma" yang berisi mengenai perjuangan petani tunakisma. Di saat ada program pemerintah 'corporate faming'' tapi seolah-olah meniadakan mereka.

Selama ini, Departemen Pertanian (Kementan) kurang mengakui mereka sebagai petani karena mereka bukan pemilik. Sementara tenaga kerja juga tidak diakui karena mereka tidak bekerja pada perusahaan tertentu, mereka hanya buruh harian.