Pentingnya Badan Ketahanan Pangan bagi Indonesia

Pentingnya Badan Ketahanan Pangan bagi Indonesia
Lahan padi/ net

MONITORDAY.COM -Meski ancaman ketahanan pangan saat pandemi tahun lalu sebagaimana yang dicemaskan Badan Pangan Dunia (FAO) bisa dikendalikan, masalah ketahanan pangan menjadi tantangan yang terus-menerus akan dihadapi Indonesia. Pandemi belum juga berlalu secara global. Kini ancaman wabah itu sedang mengharu-biru anak benua India. Indonesia harus waspada dan menyiapkan diri agar badai pandemi tak datang karena keangkuhan dan kelengahan yang tak perlu. Kita harus waspada termasuk dalam mengantisipasi ketersediaan pangan bila gelombang pandemi kembali menghantam negeri kita.  

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah mendorong agar Badan Ketahanan Pangan segera terbentuk. Alasannya sangat masuk akal. Namun masuk akal saja tentu tak cukup. Harus ada rencana strategis yang kuat. Sehingga keberadaan lembaga tersebut efektif. Jangan sampai justru menjadikan langkah pengambilan keputusan terkait ketahanan pangan semakin lamban dan ruwet.

Badan Ketahanan Pangan harus berperan sebagai “lead institution” dalam mengoordinasikan perumusan kebijakan ketahanan pangan yang meliputi aspek ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan. Dalam rangka memainkan peran tersebut agar dapat mencapai visi yang telah ditetapkan, maka Badan Ketahanan Pangan mengemban misi sebagai berikut memantapkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pangan, mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal dan mewujudkan pangan segar yang aman dan bermutu.

Jumlah penduduk Indonesia sangat besar, konsekuensinya diperlukan cadangan pangan yang besar pula. Salah satu bahan pangan andalan Indonesia adalah beras. Dan tidak semua daerah konsumen beras menghasilkan komoditas ini secara mandiri. Ada daerah produsen dan ada daerah konsumen beras. Hal ini tentu menimbulkan masalah tersendiri terkait tata niaga dan distribusi antar daerah bahkan antar pulau.

Daerah-daerah yang pada masa lalu memiliki makanan pokok non-beras semestinya kembali memperkenalkan bahan pangan alternatif. Setidaknya pada situasi kelangkaan beras ada banyak pilihan yang membuat masyarakat tidak terlalu panik. Sebuah pilihan rasional dan membutuhkan pendekatan kultural untuk menanamkan pentingnya pangan alternatif.   

Sehingga tampaklah relevansi pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan yang bertujuan untuk mewujudkan pemantapan ketahanan pangan masyarakat sampai tingkat perseorangan secara berkelanjutan, dengan cara memperkuat penyediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya lokal, menurunkan jumlah penduduk rawan pangan, memperkuat sistem distribusi pangan, eningkatkan konsumsi pangan masyarakat untuk memenuhi kecukupan gizi yang bersumber dari pangan lokal, dan meningkatkan penanganan keamanan dan mutu pangan segar.

Kita sering mendengar istilah iron stock yang menunjuk pada jumlah tertentu cadangan pangan. Biasanya terkait cadangan beras di Bulog. Cadangan inilah yang dalam ilmu manajemen persediaan disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan kelangkaan pangan. Manajemen persediaan gudang Bulog menjadi sorotan tersendiri.

Di sisi lain nasib petani seringkali terombang-ambing diantara fluktuasi harga. Saat panen raya tak jarang harga gabah merosot. Tak semua hasil panen dapat diserap pasar. Dalam dilema antara ketersediaan pangan bagi konsumen dan kestabilan harga di tingkat produsen diperlukan upaya yang adil dan berkelanjutan demi kepentingan semua pihak. 

Persoalan pangan pun menjadi semakin kompleks. Perluasan area perumahan, industri dan fasilitas umum menggerus lahan produktif penyangga pangan. Pembukaan lahan pertanian baru pun bukan tak mungkin menggeser fungsi hutan (deforestasi). Maka titik optimasi dari seluruh faktor menuju fungsi pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat harus dikelola dengan transparan. Jangan sampai ada celah yang hanya menguntungkan para spekulan dan kartel pangan. 

Perubahan iklim juga mengancam kepastian ketersediaan pangan. Keduanya berada dalam 'lingkaran setan'. Demi ketersediaan pangan banyak aktivitas ekonomi yang mengancam lingkungan. Perubahan iklim juga dapat dipandang sebagai ancaman ketersediaan pangan. 

Maka kehadiran Badan Ketahanan Pangan harus dilandasi dengan kesadaran, pandangan, strategi, hingga tata kelola yang mengintegrasikan seluruh elemen dan komponen dalam sistem ketahanan pangan. Tidak lain untuk mensejahterakan rakyat utamanya dalam bidang pangan.