Pemerintah Diminta Segera Antisipasi Kemungkinan Harga Beras Naik

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengingatkan kepada pemerintah bahwa kecenderungan pergerakan harga beras dalam semester kedua tahun 2018 semakin naik. menurutnya hal ini harus segera diantisipasi olah pemeritah agar tidak terjadi kekacauan di kemudian hari.

Pemerintah Diminta Segera Antisipasi Kemungkinan Harga Beras Naik
Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengingatkan kepada pemerintah bahwa kecenderungan pergerakan harga beras dalam semester kedua tahun 2018 semakin naik. menurutnya hal ini harus segera diantisipasi olah pemeritah agar tidak terjadi kekacauan di kemudian hari.

"Pergerakan harga yang menunjukkan peningkatan ini menandakan pasokan beras di pasar semakin berkurang," kata Szami, dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/11).

Szami mengungkapkan, berdasarkan data BPS, harga beras pada bulan Juli 2018 berada di kisaran Rp 9.135. Angka ini naik pada Agustus 2018 menjadi Rp 9.198 dan naik lagi pada September 2018 menjadi Rp 9.310.

Dia berpendapat, membuka keran impor sebelum Januari 2019 adalah sangat ideal untuk mengantisipasi anjloknya harga beras dan juga kerugian petani. Menurutnya, hal ini dikarenakan proses pengiriman beras membutuhkan waktu sehingga sampainya beras tersebut di Indonesia juga harus diperkirakan dengan baik, jangan sampai berdekatan dengan panen raya.

Jika tidak mau impor, kata Szami, yang harus dipastikan oleh pemerintah ada dua, yaitu penyerapan beras dari petani yang menyeluruh dan distribusi beras ke pasar yang berjangka dan optimal.

Melalui Instruksi presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015, Bulog hanya diperbolehkan melakukan pembelian di tingkat petani dan penggiling apabila harganya berada di kisaran Rp 3.700,00 untuk Gabah Kering Panen (GKP), Rp 4.600 untuk Gabah Kering Giling (GKG) dan Rp 7.300 untuk beras. Fleksibilitas harga hanya diperbolehkan maksimal 10 persen

"Sebaiknya pemerintah tidak usah fokus untuk mematok harga jual beli. Pemerintah justru sebaiknya perlu meninjau ulang, jika perlu mencabut skema HPP yang diatur dalam aturan tersebut dan fokus menjaga stabilitas harga beras melalui operasi pasar menggunakan cadangan beras yang tersedia di gudang Bulog," ungkapnya.

Szami melanjutkan, Bulog selaku pelaku utama dalam menyerap beras dari petani harus memberikan HPP yang masuk akal. Dalam hal ini, apabila diperlukan mungkin dapat mempertimbangkan perubahan HPP. Karena kalau HPP tidak diubah, bisa jadi petani enggan menjual ke Bulog dan dikhawatirkan memilih jalur distribusi lain yang belum tentu legal.