Menggali Sisi Narsis Dai Digital Ala Tiktokers di Muhammadiyah 

Menggali Sisi Narsis Dai Digital Ala Tiktokers di Muhammadiyah 
Abdullah Sammy dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah / Youtube

MONITORDAY.COM - Potensi dan tantangan dakwah digital sangat besar. Data menunjukkan koneksi seluler di Indonesia mencapai 133,3% dan pengguna internet 73,7% dari total populasi. Artinya ada orang yang punya lebih dari satu ponsel atau gawai sejenis. Dan hanya sekira seperempat penduduk Indonesia yang tidak mengakses internet. Perkembangan teknologi 5G yang cepat dan berkemampuan tinggi akan membawa manusia dengan mesin  semakin terhubung. 

Jika tidak mampu mengantisipasi dan merespon tantangan digital, organisasi dakwah akan semakin tertinggal. Data dari Essential Digital Headlines juga menunjukkan bahwa 191,4 juta atau 68,9% penduduk Indonesia aktif mengakses media sosial. Termasuk untuk keperluan bisnis dan pendidikan. Dan sekira 5 jam waktu rerata yang digunakan di dunia maya. Demikian dikutip dari paparan Abdullah Sami di kanal YouTube TVMu dan UAD. 

Menurut Sammy, Youtube sangat populer hingga menempati peringkat pertama media sosial yang diakses di Indonesia. Instagram telah mengambil alih dominasi Facebook. Dan TikTok sedang bergerak dengan laju pertumbuhan paling pesat. Gejala yang terjadi di TikTok segera diantisipasi Youtube dengan membuat fitur short dan IG dengan Reels. 

Facebook secara demografis bergeser ke kalangan sub-urban dan middle-low. Meski saat ini masih menikmati sisa-sisa kejayaannya, hanya 70% akun FB yang aktif. Anak-anak muda lebih banyak menikmati foto dan video. Atau konten berbasis audio seperti yang disediakan oleh platform spotify dan noice.  

Alasan utama pengguna internet adalah mencari informasi. Meski demikian media sosial lebih dominan sebagai sumber informasi daripada media massa daring. Informasi yang didapat juga cenderung instan. Netizen tidak betah berlama-lama membaca narasi, lebih banyak melihat gambar dan video. Diantara teks dan gambar ada infografis. Diantara teks dan video ada videografis. 

Dalam konteks dakwah, sasaran anak muda dapat dicapai dengan pemanfaatan TikTok. Platform yang popularitasnya di posisi 8 ini sedang menanjak dengan cepat. Anak-anak muda cocok dengan konten agama atau dakwah yang ringan. Jika konten TikTok diunggah di FB ternyata respon netizen tidak begitu menggembirakan. Ini menunjukkan bahwa setiap platform memiliki penggemarnya sendiri. 

Konsistensi, kreativitas dan kemampuan dalam berdakwah di platform digital menjadi kata kunci dari paparan jurnalis Republika ini. Konsisten secara kuantitas dan intensitas termasuk mempertimbangkan peak-hour dari setiap platform. Konsisten juga menyangkut aspek karakter atau ciri khas dari kanal media sosial. Demikian menurut Sammy. 

Kreativitas menyangkut pengemasan konten sehingga dapat diterima dengan baik. Misalkan di TikTok topik dan bahasa yang digunakan mencerminkan gaya anak muda. Hingga aspek ‘narsis’ dari sang da’i harus mampu digali dan dikembangkan. 

Prinsipnya pembuat konten dakwah harus berupaya agar netizen tahu, kemudian mau, lantas betah menonton konten tersebut. Mirip dengan kampanye Pemilu yang mengedepankan upaya meraih popularitas dan elektabilitas. Yang menjadi poin penting berikutnya adalah betah atau terlibat aktif (engagement). Like, comment, dan share menjadi ilustrasi keterlibatan netizen terhadap sebuah konten atau kanal.