Mahfud MD : Jika Ada Haatzai Artikelen Dimungkinkan Resultante terhadap UU ITE

Mahfud MD : Jika Ada Haatzai Artikelen Dimungkinkan Resultante terhadap UU ITE
Menko Polhukam Mahfud MD/ net

MONITORDAY.COM - Publik tentu berharap bahwa konsolidasi demokrasi di Indonesia akan semakin matang. Salah satu tolok ukurnya terkait kebebasan berpendapat termasuk diantaranya dalam memberikan kritik terhadap kebijakan Pemerintah. Tanpa kritik kekuasaan justru potensial terjerumus dalam otoritarianisme. 

Undang-undang menjadi kesepakatan politik yang kokoh sebagai dasar hukum dalam mengatur hak dan kewajiban negara dan warga negara. Termasuk dalam berpendapat dan menyampaikan gagasan demi kebaikan bersama di bawah tenda besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terkait dengan hal tersebut Pemerintah menyadari perlunya perubahan terhadap Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).    

Menko Polhukam Moh. Mahfud MD mengatakan bahwa hukum adalah produk resultante, dari perkembangan situasi politik, sosial ekonomi hingga hukum. Oleh karena itu jangan alergi terhadap perubahan, karena hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakatnya.

Melalui akun twitter Kementerian Polhukam terungkap pendapat tersebut.

“Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membuat resultante atau kesepakatan baru terkait kontroversi di dalam UU ITE. Hal tersebut bisa dilakukan, jika ditemukan substansi yang memiliki watak haatzai artikelen atau berwatak pasal karet,” ujar Menko saat menjadi keynote speaker dalam diskusi daring Menyikapi Perubahan UU ITE yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Kamis (25/2).

Ia menyampaikan bahwa, pemerintah mempertimbangkan kemungkinan membuat resultante baru yang nantinya mencakup dua hal. Pertama supaya dibuat kriteria implementatif, apa kriterianya sebuah pasal, sebuah aturan itu, agar bisa diterapkan secara adil. Kemudian yang kedua, menelaah kemungkinan dilakukannya revisi perubahan.

“Jika memang di dalam undang-undang itu ada substansi-substansi yang berwatak haatzai artikelen, berwatak pasal karet maka bisa diubah dan bisa direvisi. Revisi itu dengan mencabut atau menambahkan kalimat, atau menambah penjelasan di dalam undang-undang itu,”ujar Mahfud.

Diskusi daring ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh Pers antara lain, Ketua Umum PWI, Atal S Depari, Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh, dan Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Sebelumnya Menko Polhukam telah membentuk Tim kajian UU ITE. Tim dibagi menjadi dua, yaitu Sub Tim I yang bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering menimbulkan multitafsir, dan Sub Tim II yang melakukan telaah substansi UU ITE atas beberapa pasal dalam UU yang dianggap multitafsir untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan revisi.